Sejak 2017 hingga November 2021 Tidak Pernah Ada LPj

Sejak 2017 hingga November 2021 Tidak Pernah Ada LPj

WAHID mencoba main api. Ia diduga menggelapkan uang pembangunan Masjid Al-Islah, Kenjeran. Dugaan sementara, uang itu untuk keperluan pribadinya. Berdasarkan audit eksternal, dana yang berhasil masuk ke kantong pribadinya mencapai Rp 2 miliar. Bahkan lebih.

Praduga itu terjadi karena masyarakat sudah sangat geram. Pembangunan rumah ibadah yang berada tepat di simpang empat Jalan Kenjeran itu sampai sekarang belum juga selesai. Padahal, pembangunannya dilakukan mulai 2017.

Menurut rencana anggaran biaya (RAB), pembangunan masjid itu memerlukan sekitar Rp 14,8 miliar. Anggaran tersebut didapat melalui sumbangan sukarela warga yang melintas di sekitar pembangunan masjid. Juga, dari warga sekitar.

Keresahan warga dan beberapa pengurus masjid mulai muncul pada 2018. Sebab, saat itu sebenarnya sudah terkumpul dana sekitar Rp 18 miliar. Namun, progres pembangunannya saja belum mencapai 50 persen saat itu.

”Kalau berdasarkan RAB, harusnya kan sudah selesai pembangunannya. Bahkan, ada dana yang lebih. Tapi, kalau melihat bahan bangunan yang terus naik harganya, mungkin bisa naik sampai 30 persen lah dari RAB,” kata Didik Suko Sutrisno, 46, juru bicara pengurus masjid, Jumat (18/2).

Setiap hari pasti ada petugas masjid yang meminta sumbangan di jalan. Dalam satu hari, sumbangan yang berhasil dikumpulkan pasti lebih dari Rp 10 juta. ”Setiap hari Pak Wahid minta uang operasional. Nominalnya Rp 4 juta. Tapi, bisa juga lebih,” tambahnya.

Wahid merupakan ketua panitia pembangunan masjid. Ia juga ketua Takmir Masjid Al-Islah. ”Jadi, memang ada yang bisa kontrol. Semuanya jadi satu. Tapi, sekarang ketua takmirnya sudah diganti,” beber Didik.

Atas kecurigaan tersebut, warga mencoba melakukan mediasi dengan pihak Kelurahan Gading yang diwakili ketua LPMK, camat, Kapolsek, dan Danramil Tambaksari. Mereka meminta pertanggungjawaban dugaan penyelewengan dana tersebut.

Selain meminta pertanggung jawaban atas laporan keuangan, warga menginginkan penghentian penggalangan dana untuk sementara. Mereka juga melibatkan pengurus RW setempat untuk masuk kepengurusan kepanitiaan pembangunan masjid.

”Namun, hasil mediasi yang berlangsung tiga kali itu, pihak panitia pembangunan mengabaikan tuntutan warga. Mediasi itu disaksikan pihak pemerintah setempat. Sehingga kami disarankan untuk melakukan audit independen,” terangnya.

Dalam mediasi kedua yang digelar November 2021, pemerintah setempat menyarankan kepada Wahid untuk menyiapkan laporan pertanggungjawaban (LPj). Sebab, sejak dilakukan pembangunan mulai 2017 sampai November 2021, tidak pernah ada LPj.

Kejanggalan terjadi dalam pembuatan LPj itu. Dibuat hanya dalam waktu lima hari. Warga akhirnya melakukan audit independen. Itu juga audit dilakukan berdasar LPj yang dibuat. Berdasar audit itu, ditemukan selisih dana Rp 2,8 miliar.

”Selisih itu baru penggalangan dana siang saja. Belum termasuk malam dan masuk dari donatur lainnya,” ungkap Didik. Selisih itu belum termasuk dana yang sudah terkumpul di kas panitia pembangunan. Menurutnya, uang yang ada di kas pembangunan sudah Rp 29 miliar.

”Seharusnya, sudah tidak ada lagi pengambilan bantuan di jalan. Tapi, sampai sekarang masih dilakukan,” tegasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: