Ingin Keliling Indonesia Demi Islam yang Ramah

Ingin Keliling Indonesia Demi Islam yang Ramah

Pelawak senior Muhammad Chengho Djadi Galajapo tengah menawarkan padepokannya di daerah Kalijudan, Surabaya. Padahal tempat tersebut memiliki sejarah panjang. Sebagai sarana belajar agama, nongkrong serta melatih para pelawak yunior. Ada apa sebenarnya?

 

Djadi ingat, pada 2012, ia dipercaya sebagai perwakilan Nahdlatul Ulama (NU) ranting Kalijudan. Sebagai seniman sekaligus pengurus organisasi Islam terbesar di Indonesia itu, rumahnya kerap menjadi jujugan semua orang. Ada kawan, penggemar, dan kalangan NU. Termasuk yang berbeda agama.

 

Karena seringnya orang datang untuk nongkrong, bahkan berguru pada Djadi, seorang kawan mengemukakan idenya. ”Waktu itu dia menyampaikan pada saya: Cak, sudah saatnya sampeyan mendirikan padepokan. Saya pikir boleh juga idenya. Tapi di mana?,” ujarnya. Tentu kawan-kawannya menyuruhnya bersabar. Siapa tahu kelak Allah berikan jalan.

 

Tak disangka, keinginannya itu langsung mendapat jalan. Esok paginya, ketika istri Djadi sedang berbelanja ke pasar, seorang tetangganya memberi kabar bahwa tanah yang terletak tak jauh dari rumahnya sedang dijual.

 

”Siapa tahu suamimu mau beli, Jeng. Lumayan murah-murah saja, lho. Begitu kata tetangga saya pada istri saya waktu itu. Pulang dari pasar, istri lapor saya. Masya Allah, kok gak kathik suwe rek?,” kenangnya.

 

Djadi tak menyangka bahwa Tuhan begitu cepat menunjukkan jalan baginya untuk mendirikan padepokan. Setelah negoisasi, penjual bersedia melepas tanah berukuran 6x11m itu pada Djadi seharga Rp125 juta. ”Yang seratus juta saya lunasi. Sedangkan yang 25 juta tak cicil telung wulan,” tuturnya.

Tapi beruntung, rezeki Djadi terus mengalir sehingga tak sampai tiga bulan, ia mampu melunasi kekurangan Rp25 juta tersebut.

 

Padepokan dibuat untuk merekatkan kebersamaan bagi Djadi dan semua orang, juga untuk menyebarkan semangat Islam moderat. Islam yang ramah, damai serta menekankan kemanusiaan.

 

Salah satu kegiatan yang pernah dilakukan di Padepokan NU Monggo Eling Pancasila. Seperti acara ”Ngaji Suenneng” yang dibuka oleh Tri Rismaharini Wali Kota Surabaya, pada 17 Oktober 2010. Jika padepokan dijual maka acara seperti ini akan tinggal kenangan.

Karena Djadi menyebut dirinya sebagai anak ideologis Gus Dur. Sehingga keteladanan Gus Dur yang toleran dan pluralis menjadi semangat utama yang dikobarkan dalam padepokan tersebut.

 

Djadi juga mengagumi sosok yang sangat dikagumi Gus Dur, KH Muslim Rifa'i Imam Puro, pemilik Pondok Pancasila di Klaten, Jawa Tengah. Dia-lah yang mendorong Gus Dur agar menjadi pemimpin negara. ”Berdasarkan keteladanan keduanya itu makanya saya menamakan padepokan itu dengan nama Padepokan NU Monggo Eling Pancasila,” ujar pelawak 56 tahun itu.

 

Sementara nama Pancasila dilekatkan karena waktu itu Djadi bekerja sebagai guru Pendidikan Moral Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan di beberapa sekolah. Kecintaannya terhadap Pancasila dan keyakinannya bahwa ideologi tersebut mampu menyatukan keberagaman mendasari nama itu dibuat.

 

Padepokan NU Monggo Eling Pancasila diresmikan pada 17 Oktober 2017 oleh Gubernur Soekarwo. Pria yang akrab dipanggil Pakde Karwo itu menorehkan tanda-tangan di atas prasasti.

 

Selain sebagai tempat jagongan, Djadi membuka Taman Pendidikan Quran (TPQ) di padepokan. Ia menggaji beberapa guru mengaji untuk mendidik anak-anak. Di padepokan itu pula ada pelawak muda yang menimba ilmu melawak pada Djadi. ”Banyak teman-teman pelawak sekarang yang sukses itu dulu sering dolan ke sini. Diskusi soal lawak tentang cara melucu, cara membuat orang tertawa, dan sebagainya," ungkapnya.

 

Cak Robetz Bayoned, pimpinan grup Ludruk Luntas, adalah salah satu seniman yang pernah menimba ilmu cukup lama di padepokan. Ada grup lawak Abiyasa dan beberapa jebolan Akademi Pelawak Indonesia (API) yang telah mendapat kepercayaan dari beberapa televisi lokal Jawa Timur.

 

Tak sedikit pelawak binaan Djadi dalam padepokan tersebut yang menjadi penyiar, MC, dan lain-lain. ”Saya tegaskan bahwa semua dapat dibuktikan. Seniman harus sungguh-sungguh menggeluti pekerjaannya dengan sentuhan iman,” ujarnya.

 

Dalam mendidik para pelawak muda itu, Djadi selalu menegaskan bahwa iman adalah faktor yang dapat mengontrol pendirian manusia. Orang yang memiliki iman dapat menjauhkan diri dari segala perbuatan jahat.

 

Pelawak yang beriman, dapat menjadi contoh bagi penggemarnya. Otomatis pahalanya akan terus mengalir. ”Pelawak itu orang yang masuk surga duluan. Tapi itu kalau dia punya iman. Kalau tidak, ya masuk neraka duluan,” ujarnya.

 

Djadi Galajapo

Kabar padepokan itu dijual tak dibantah. Djadi membenarkannya. Bahkan ia sendiri yang mengunggah kabarnya di media sosial Facebook.

”Musim pandemi, saya tak ada pemasukan. Job sepi, bagaimana saya harus menggaji guru TPQ dan membiayai orang untuk dapat saya umrohkan. Apalagi saya ingin keliling Indonesia, demi menyebarkan Islam yang ramah,” ujar pelawak bergelar Imam Besar Pelawak Indonesia itu. 

 

Uang yang didapat dari hasil penjualan, beberapa persennya akan dipakai untuk memenuhi tujuannya yang ingin berkeliling Indonesia. Djadi berniat mengembalikan posisi Islam sebagai agama yang berkemanusiaan, toleran, dan berkeadilan di mata masyarakat.

 

”Sebenarnya eman. Tapi mau bagaimana lagi. Demi rasa bakti saya terhadap masyarakat luas, terhadap Islam, terhadap NU, juga Indonesia,” ujarnya. (Heti Palestina Yunani-Guruh Dimas)

 

Indeks: Nasihat Gus Dur, baca besok...

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: