Kami Kedinginan di Bunker, Suhu di Bawah 15 Derajat Celsius
Ini adalah hari kelima Bud Wichers menembus Ukraina. Fotografer perang asal Belanda itu tinggal bersama warga yang belum mau meninggalkan negaranya. Harian Disway menghubungi Budi, sapaannya, yang dalam keadaan sulit sinyal dan kedinginan Senin (14/3).
“INTERNET sangat lambat. Apa suaraku terdengar jelas?” kata Budi melalui telepon WhatsApp pukul 14.58 WIB. Di Ukraina masih pukul 08.58. Masih pagi dan sangat dingin: di bawah 15 derajat celsius.
Suaranya tidak terdengar cukup jelas. Budi lalu mencari earphone untuk memperlancar komunikasi. Suaranya tidak jernih. Tapi, kalimatnya bisa ditangkap.
Akses internet satellite broadband Ukraina sedang diserang. Badan Keamanan Nasional Amerika Serikat (AS), Badan Keamanan Siber Prancis (ANSSI), dan intelijen Ukraina menyelidiki serangan siber dari hacker tidak dikenal itu kemarin.
Tudingan utama tentu ke pihak Rusia. Saat komunikasi terputus, penguasaan medan perang di Ukraina bisa lebih mulus.
Serangan siber itu sebenarnya sudah terjadi pada 24 Februari antara pukul 05.00 dan 09.00 waktu setempat. Hari itu pasukan Rusia mulai masuk dan menembakkan rudal ke kota-kota besar Ukraina termasuk ibu kota, Kyiv.
Di tanggal itu Budi masih di Surabaya. Kami mengobrol di Eastwood CitraLand, tempat tinggal Budi. Ia merasa sangat kesal karena tidak bisa terbang ke Ukraina saat perang meletus. Di hari itu pula seluruh penerbangan ke Ukraina ditutup.
Kini Budi sudah berada di tengah medan pertempuran sesuai harapannya. Ia lewat jalur darat pakai mobil melalui Polandia selama 35 jam. Detail tentang kota tempat ia tinggal tidak bisa diceritakan. Budi sudah sangat berpengalaman meliput medang perang. Ia tahu apa yang harus disampaikan dan tidak. Keselamatan nomor satu.
Budi punya beberapa kenalan di Ukraina. Ia pernah meliput konflik bersenjata 2014. Situasi memanas saat terjadi revolusi menentang supremasi Rusia. Massa anti pemerintah berhasil melengserkan mantan presiden Ukraina yang pro-Rusia, Viktor Yanukovych.
Peristiwa ini membuka peluang Ukraina untuk bergabung Uni Eropa (UE) dan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO). Kondisi ini membuat Presiden Rusia Vladimir Putin marah karena NATO membangun pangkalan di perbatasannya.
Teman-temannya saat 2014 itulah yang mengurus kendaraan, akomodasi, hingga mendampingi Budi sampai ke Ukraina. Banyak warga Ukraina tidak bisa berbahasa Inggris. Budi harus membawa pendamping sebagai translator karena ia tak bisa bahasa Ukraina.
Budi menumpang di rumah warga. Tempat tinggal mereka mayoritas sudah kuno. Bomb shelter ada di mana-mana. Termasuk di bawah rumah dan apartemen. “Banyak rumah yang sudah ada sejak Perang Dunia II,” katanya.
Ia mengirim foto salah satu bunker. Terdapat puluhan orang di sana. Termasuk anak-anak dan perempuan yang belum dievakuasi. “Saya tidur di sini semalam,” ujar pria kelahiran Jakarta yang diadopsi warga Belanda itu.
Bud Wichers meringkuk di sudut salah satu bungker perlindungan bom.
(Foto: Bud Wichers untuk Harian Disway)
Puluhan orang tidak bisa tidur. Tidak ada pemanas. Tidak mungkin buat api unggun dalam ruangan. Saat itu suhu di kisaran minus 12-15 derajat celsius.
Di beberapa wilayah suhu bisa mencapai minus 20 derajat celsius. Cuaca itu ternyata juga menghantam pasukan Rusia dan tank-tank-nya. Sejumlah tank Rusia dikabarkan membeku dan mogok di tengah area terbuka.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: