Jalan-Jalan Menengok Calon Ibu Kota Baru di Penajam Paser Utara, Ternyata Cantik Banget

Jalan-Jalan Menengok Calon Ibu Kota Baru di Penajam Paser Utara, Ternyata Cantik Banget

DHAHANA ADI, penulis asal Surabaya, berpose di depan tugu Penajam Paser Utara.-Dhahana Adi untuk Harian Disway-

Oleh:
Dhahana Adi
Penulis buku Surabaya Punya Cerita


PENAJAM PASER UTARA, HARIAN DISWAY - Pertengahan Mei, aku iseng membaca status Facebook kawan lama bernama Wied Harry. Ia adalah seorang nutrisionis atau ahli gizi bertaraf nasional. Wied mengajak siapa saja yang ingin berkunjung ke Penajam, Kalimantan, untuk menengok wilayah yang sedang dipersiapkan menjadi ibu kota negara (IKN) baru Indonesia.

Iseng ia kujapri. ’’Kapan?,’’ tanyaku. Ia menjawab, ’’Sekitar akhir Mei. Ayo ikut, Pung!’’ Tentu langsung kuiyakan.

Awalnya, yang berangkat rencananya tujuh orang. Tapi entah mengapa pada hari-H, 29 Mei, pesertanya hanya tinggal aku dan Wied saja. ’’Tenang, nanti di sana kita ditemani Dian Ekarana. Juga kawannya yang bernama Arul,’’ kata Wied. Dian merupakan YouTuber terkenal yang kerap membagikan unggahan tentang IKN.

Dari Surabaya, kami naik pesawat menuju Balikpapan. Lama perjalanan sekitar 1 jam 15 menit. Sesampainya di sana, kami menginap semalam di hotel. Esoknya, Dian dan Arul menjemput kami di hotel tersebut. Langsung tancap gas menuju Penajam Paser Utara. Naik mobil. Sebenarnya bisa naik kapal feri. Tapi kami memutuskan bakal naik feri saat perjalanan pulang.

Pemandangan sepanjang jalan cukup indah. Pepohonan tinggi, kawasan perbukitan, didukung dengan kondisi jalan yang sangat baik. Memasuki daerah Semoi, Kalimantan Timur, hidungku mencium bau ayam. Dian menjelaskan, di daerah tersebut terdapat peternakan ayam yang luas.


DHAHANA ADI, penulis asal Surabaya, merentangkan tangan di tengah jalan tanah menuju Penajam Paser Utara. -Dhahana Adi untuk Harian Disway-


Benar saja. Beberapa kali mobil kami melalui kandang ayam berukuran besar. Banyak warga Semoi, khususnya warga di tepi jalan yang kulalui, dikenal sebagai peternak kakap.

Mobil melaju dengan santai. Kami juga mendapati beberapa bekas tambang batubara. Kawasan perbukitan di dekat Penajam Paser Utara mirip dengan kontur perbukitan di wilayah Saradan, Jawa Timur, dan Baturaden, Jawa Tengah.

Jadi meski di luar Jawa, rasanya tak asing. Apalagi sebagian masyarakat di daerah yang kami lalui adalah Suku Bugis. Sebagian lagi suku Jawa. Sebab, daerah tersebut dulu merupakan kawasan yang jadi sasaran program transmigrasi. Jadi banyak juga orang Jawa.

Sebelum menuju IKN, kami mampir ke Gua Tapak Raja. Lokasinya di daerah Wonosari, Kabupaten Penajam. Baru sebulan dibuka sebagai destinasi wisata. Suasana dalam gua lumayan catchy. Beberapa tempat duduk tersusun dari ban bekas yang dicat berwarna-warni. Ada pula papan-papan bertuliskan kalimat-kalimat lucu. Seperti ’’Calon Mantu Idaman’’, ’’Cantik tak harus Langsing’’, dan sebagainya.


PENULIS di mulut Gua Tapak Raja yang berada di daerah Wonosari, Penajam. -Dhahana Adi untuk Harian Disway-
Hanya saja, saat masuk gua tersebut, aku menemukan banyak coretan-coretan vandalisme.

Setelah puas menikmati Gua Tapak Raja, kami melanjutkan perjalanan ke IKN. Jaraknya kurang lebih 12 kilometer. Jalan meliuk-liuk karena kontur perbukitan. Seperti naik roller coaster rasanya. Kami sampai di Penajam sekitar pukul 11 siang. Dian mengantar kami menuju Titik Nol IKN. Yakni titik pusat pengukuran pembangunan ibu kota baru.

Di titik itu aku duduk dan berfoto ria. Benar-benar di pusatnya. Di titik nol. Dari titik itulah awal mula terciptanya ibu kota baru Republik Indonesia yang saat ini sedang dikerjakan. Salah seorang pengelola menuturkan bahwa kelak, istana negara akan menjadi bangunan tertinggi di lahan itu. Tak ada bangunan lain yang menyamai tinggi istana negara.

Suasana cukup sejuk dan lapang. Pepohonan rimbun menjadi latar Titik Nol. Di kawasan itu terdapat papan penunjuk arah berbagai wilayah penting di Nusantara. Seperti Jakarta hingga Sabang sampai Merauke. Ada pula miniatur peta Indonesia yang diberi pembatas.


DHAHANA ADI (kanan) bersama Wied Harry berpose di Titik Nol Penajam Paser Utara. Titik itu menandai awal mula terciptanya ibu kota baru. -Dhahana Adi untuk Harian Disway-

Berada di pusat Titik Nol sembari merentangkan tangan, menghirup udara segar. Rasanya dunia ini cuma milikku seorang.

Beberapa jam berada di IKN, kami beranjak ke Bukit Sudharmono. Dari Titik Nol, perjalanan menanjak. Bukit tersebut masih menjadi bagian IKN di Penajam Paser Utara. Di sana terdapat bangunan seperti Menara Eiffel, namun bentuknya khas etnik Kalimantan. Menara itu merupakan menara pengawas. Untuk melihat proses pembangunan IKN.

Juga dalam bukit tersebut terdapat landasan pacu untuk helikopter. Pemerintah rupanya telah mempersiapkan segala sesuatunya demi ibu kota baru.


-Dhahana Adi untuk Harian Disway-

Di Bukit Sudharmono banyak truk berseliweran. Membawa potongan-potongan kayu berukuran besar. Menurut pengelola, kayu-kayu tersebut bukan berasal dari hutan lindung atau dari hutan produktif. Melainkan berasal dari hutan produksi yang telah ditanam dan dipersiapkan sejak era pemerintahan Presiden Soeharto. Jadi memang hutan yang disiapkan untuk material pembangunan.

Di sana aku juga mengunjungi Jembatan Pulau Balang. Jembatan tersebut kabarnya diproyeksikan sebagai penghubung antara Balikpapan dan IKN. Jika melewati jalur darat, tentu memakan waktu. Namun bila kelak pengguna jalan melewati jembatan itu, maka lama perjalanan dari Balikpapan ke IKN hanya memakan waktu satu setengah jam saja.

Selesai bertamasya di IKN, aku menuju daerah Penajam. Penajam saja, bukan Penajam Paser Utara. Melewati hamparan perkebunan sawit. Menuju Balikpapan, aku naik kapal feri. Kembali ke hotel. Esoknya, tanggal 1 Juni, aku pulang ke Surabaya. Oleh-olehnya cerita. (Retna Christa-Guruh Dimas)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: