Fn, Penyintas Predator Anak: Saya Tahu Rasanya Menjadi Korban, Sakit...

Fn, Penyintas Predator Anak: Saya Tahu Rasanya Menjadi Korban, Sakit...

Wartawan Harian Disway, Noor Arief, mendengarkan cerita Fn tentang pelecehan seksual yang dialaminya semasa usia anak.-Julian Romadhon-

MALANG, HARIAN DISWAY- Kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukan Julianto Eka Putra, pemilik Sekolah Selamat Pagi Indonesia (SPI) di Batu, menarik perhatian banyak orang. Banyak elemen masyarakat yang menggelar aksi di depan Pengadilan Negeri Malang. Salah satunya Fn, 49, asal Banten. Dia juga korban predator anak yang kini menjadi pendamping korban. Namun, dia bukan korban kasus SPI.

Guratan usia jelas terlihat di wajah berjilbabnyi. Tubuhnyi juga sudah tidak tegap sempurna. Tapi, itu tak mengurangi semangatnyi berdiri di pinggir jalan dan menenteng poster serta setangkai mawar merah. Dia berdiri bersama dengan masyarakat lain, termasuk sebagian alumnus SPI. Kepulan asap knalpot kendaraan yang melintas tak membuatnyi beranjak.

Di balik sosok tegarnyi, ternyata Fn menyimpan kisah kelam di masa kecil. Saat usia 14 tahun, dia menjadi korban nafsu kakak iparnyi. Itu berlanjut hingga beberapa kali selama beberapa tahun. ”Tidak sering memang karena tidak banyak kesempatan. Tapi, setiap ada kesempatan, dia (si kakak ipar) selalu melakukannya,” kata Fn kepada Harian Disway di kantin PN Malang, Rabu, 20 Juli 2022.

Pernah aksi cabul itu dilakukan di dalam angkutan umum. Di atas bus antarkota yang mengantar mereka dari Tegal ke Banten. ”Saya memang SMP di Tegal karena ingin mengembangkan bakat olahraga saya,” tandas ibu dua anak yang kini sudah mandiri tersebut.

Dikatakan, sejak di bangku SD, Fn sudah punya prestasi di bidang olahraga. Sempat berlaga di tingkat provinsi. ”Saat itu Banten masih masuk Jawa Barat. Saya mewakili Kabupaten Banten untuk bertanding di Bandung,” jelasnyi sembari membenahi posisi masker warna hitam.

Merasa Banten yang saat itu belum menjadi provinsi, akhirnya Fn memilih melanjutkan sekolah di Tegal, Jawa Tengah. Numpang di rumah kakak kandungnyi. ”Ternyata saya malah mengalami nahas di sana. Prestasi belum saya raih, saya sudah menjadi korban,” papar wanita yang kini tinggal di Pasuruan dan tergabung dalam relawan Kita Bersama Anak Indonesia itu. 

Mata Fn menerawang mengingat kejadian saat kakak iparnyi pertama kali menodainyi. ”Saat itu mereka (kakak dan kakak iparnyi) ke luar kota. Tapi, sang kakak ipar pulang lebih awal. Saya yang sedang tidur langsung diperkosa tanpa bisa melawan. Saya masih kecil dan saat itu masih butuh mereka untuk tempat tinggal dan sekolah saya,” kata Fn.

Aksi cabul itu dilakukan beberapa kali hingga Fn menikah dan sedang proses cerai. ”Kakak saya sempat memergoki aksi suaminya. Tapi, bukan saat beraksi, melainkan dari napas ngos-ngosan suaminya,” papar Fn.

Kendati demikian, bukan kakak iparnyi yang mendapat hukuman, melainkan Fn. Fn dikucilkan dari pergaulan keluarga besarnyi yang lebih membela si kakak ipar. ”Posisi saya yang sedang proses cerai menjadi alasan mereka menuduh saya sebagai wanita penggoda,” kata Fn.

Pilihan terbaik dari kejadian itu, Fn dan dua anaknyi pun membatasi pergaulan dengan keluarga besarnyi. Sampai kemudian, dua anak Fn masuk perkuliahan dan mendapat beasiswa. Anak Fn kuliah di Jakarta dan Banten. Kini satu anaknyi menjadi ASN di sebuah kementerian dan lainnya tinggal di Banten menjadi programmer. 

Mereka tidak ingin ada korban-korban lain seperti Fn. Termasuk saat Fn datang ke sidang tuntutan di Pengadilan Negeri Malang kemarin. ”Saya tahu rasa sakit hati menjadi korban. Bukannya dilindungi, tapi malah tidak dipedulikan dan dituduh macam-macam. Tidak lapor dituduh lemah, berani lapor dituduh membuat aib keluarga. Susah,” tutupnyi. (*)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: