Orang di Saudi Berhaji, ONH Lebih Mahal

Orang di Saudi Berhaji,  ONH Lebih Mahal

-Ilustrasi: Reza Alfian Maulana-Harian Disway-

APAKAH warga Arab Saudi bebas bisa berhaji? Apakah boleh langsung berkunjung ke Arafah saat wukuf jatuh pada 9 Zulhijah itu?

Tidak. Mereka tidak bisa selonong boy untuk wukuf. Tidak bisa seenaknya berkemah di Arafah dan Mina. Warga Arab Saudi harus juga membayar ke penyelenggara haji. Bahkan, lebih mahal daripada jamaah Indonesia.

Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi menetapkan tiga kategori haji bagi warganya dan pendatang yang menetap di negara itu. Yang paling murah (hospitality package camps) seharga 12.113 riyal Saudi (sekitar Rp 48,4 juta). Kurs Rp 4.000 per riyal. Itu jelas lebih mahal jika dibandingkan dengan ONH haji reguler.

Saya sebagai haji reguler tahun ini (embarkasi Surabaya), ongkosnya Rp 37,5 juta. Hanya, antrean 11 tahun. Di Arab Saudi setiap tahun buka hingga kuota terpenuhi.  

Tentu lama menginap mereka juga hanya saat ritual haji yang satu minggu itu. Bandingkan dengan Indonesia yang ditanggung akomodasi dan konsumsi 40 hari.   

Seperti dilansir Saudi Gazette, paket kedua bagi masyarakat di Saudi adalah distinguished hospitality camps, dihargai 14.381 riyal atau Rp 57,5 juta.

Paket tertinggi ialah distinguished hospitality towers yang seharga 16.560 riyal atau Rp 66,2 juta.

Fasilitas paket ketiga itu setara dengan versi ONH plus. Di Mina, mereka memperoleh akomodasi yang lebih baik dan sangat dekat dengan jamarat, tempat lempar jumrah.

Paket tertinggi Saudi itu jelas lebih murah daripada ONH plus yang diselenggarakan swasta kita. Sekarang ONH plus rata-rata Rp 200 jutaan. Masih antre lagi. Paling tidak lima tahun.

Jelang wukuf, Padang Arafah dijaga ketat. Semua jamaah wajib mengenakan gelang khusus. Itu beda dengan gelang identitas yang dipakai sejak dari tanah air itu. Masuk Arafah pun, jamaah bergelang dua.

SUASANA tenda di Arafah pada musim haji tahun ini (2022)

Sejumlah mobil diperiksa polisi. Terutama mobil pribadi. Di dekat tenda tempat saya menginap, sejumlah mobil diperiksa. Pelat nomor pun difoto polisi.

Mengapa wukuf dijaga lebih ketat? Wukuf di Arafah adalah persyaratan sah haji. Seorang bisa dikatakan menunaikan ibadah haji bila hadir secara fisik saat wukuf. Termasuk mendengarkan khotbah wukuf, mulai pukul 12.00 hingga matahari tergelincir.

Hadir langsung saat wukuf tak bisa  ditawar. Sebab itulah, jamaah yang sedang dirawat di RS pun diupayakan atau diangkut ke Padang Arafah saat jatuh wukuf.

Para mukimin (warga Indonesia yang tinggal di Arab Saudi) juga tidak berani nekat. Mereka tak berani menjadi haji koboi. ”Saya juga membayar uang tasyrik (istilah populer ONH Saudi, Red),” kata Rachman, pria Madura, yang sudah lebih dari tujuh tahun bermukim di Jeddah.

Tidak berani langsung menyelinap? ”Aduuh. Gak berani. Ketat (penjagaan, Red),” ujarnya.

Madhab, mukimin asal Bima, rela dibayar ”murah” untuk menjadi sopir bus fasilitas pemerintah. Sebulan hanya 1.500 riyal. Itu sekitar Rp 6 juta.

Ia mengambil pekerjaan tersebut karena pemerintah Arab menanggung biaya tasyrik. ”Saya senang karena bisa berhaji,” ujar pria yang sudah enam tahun bermukim di Makkah itu.

ONH (reguler) Indonesia bisa dibilang kategori murah. Itu bila dibandingkan dengan negara lain. Izza Tallo, dokter spesialis jantung asal Tajikistan, mengeluarkan dana 6.600 dolar AS. Kalau di kurs (Rp 14.400), itu setara sekitar Rp 95 juta.

Ia juga haji reguler. Tinggal di daerah Raudhah, Makkah, yang berjarak 2,5 km dari Masjidilharam. ”Saya 25 hari di Makkah dan 3 hari di Madinah,” ujar Izza Talo, 33 tahun, saat ditemui di sela-sela menunggu waktu azan di Masjidilharam.

PENULIS bersama Izza Tallo (kiri), jamaah haji asal Tajikistan. 

Sementara itu, haji asal Bangladesh ini menuliskan namanya yang cukup sulit bagi orang Indonesia. Saat saya berkenalan, ia menyebutkan namanya. Sengaja saya tulis di HP di depannya. Saat saya tulis Anharuddin, sesuai yang saya dengar, ia langsung tersenyum minta di-delete. Lantas, saya minta menulis sendiri namanya. Ia ketik: Añßàŕ uddin.

Berapa ongkos haji Bangladesh? Ia pun mengetik 509.000 taka, mata uang negaranya. Setelah saya konversi ke rupiah, itu senilai Rp 81 juta. Kurs 1 taka: Rp 159 rupiah.

”Di Makkah 39 hari. Di Madinah 3 hari,” kata pria yang bekerja sebagai pegawai pemerintah itu. Bisa dibilang, jamaah Bangladesh dan Indonesia sama-sama menjalani masa haji 42 hari. Untuk berhaji pun, ia menunggu dua tahun.

Yang paling pas, situasi haji Indonesia bila dibandingkan dengan Malaysia. ”Kita disubsidi kerajaan,” kata Rozman, guru di Selangor, yang tahun ini ikut berhaji.

Ia menjelaskan, biaya haji Malaysia 25.000 ringgit. Itu setara Rp 84 juta. Tapi, ia hanya membayar 9.980 ringgit. Setara 33,5 juta. Masa tunggu Rozman pun 12 tahun. Dana hajinya dikelola lembaga bernama Tabungan Haji.

Persis sama dengan Indonesia. Dana kita dikelola BPKH (Badan Pengelola Keuangan Haji). Biaya sesungguhnya haji Indonesia Rp 81.747.844. Tapi, jamaah membayar rata-rata Rp 39 juta.

Lantas, dari mana dana untuk menutup kekurangannya. Ya, dari asas keuntungan pemutaran dana masa tunggu itu. Dana jamaah dikelola di berbagai instrumen, termasuk deposito dan sukuk (surat utang negara berbasis syariah).

Yang jadi pertanyaan, masa tunggu makin panjang, biaya haji makin naik. Apakah asas keuntungan investasi dana haji bisa menutupi biaya riil haji. Atau mungkin surplus. Pengelola dana haji harus tetap transparan.

Setiap kenaikan ongkos haji harus disertai informasi hasil pengembangan investasi dana abadi haji. Dan, di mana saja investasinya. Agar, pengelolaan dana haji tidak dibumbui isu politik. (*)

PARA jamaah haji mabit di Muzdalifah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: