Para Penampil dalam Gelar Koreografer 2022 (1); Catatan Transisi Tradisi

Para Penampil dalam Gelar Koreografer 2022 (1); Catatan Transisi Tradisi

Errina Aprilyani memainkan sepatu itu dengan tangan. Lantas mengenakannya. Berjalan, bergerak bebas layaknya gerak modern dance. --

Lima koreografer terbaik dalam Gelar Koreografer 2022 dan tiga koreografer tamu tampil dengan ciri khas masing-masing. Dalam dua hari 5 dan 6 Agustus, spirit tardisi itu amat mengemuka di panggung Gedung Cak Durasim, UPT Taman Budaya Jawa Timur (TBJT). 

Dengan judul Jalan Tengah Part of Tinta Hijau, koreografer Yussi Ambar Sari, menyebut pementasannya berkisah tentang budaya nyethe di Tulungagung. Menurutnya stigma perempuan yang dicap buruk bila singgah di warung kopi. 

Secara luas, tentang budaya dominan yang menempatkan laki-laki sebagai yang utama, sementara perempuan di nomor duakan. ”Kenapa harus ada stigma itu? Saya tidak ingin mengusung tema kesetaraan. Tapi paling tidak, laki-laki dan perempuan dapat berjalan beriringan,” ungkapnya. 


Dalam tajuk Jalan Tengah Part of Tinta Hijau, kedua penari bergerak bebas. Tak terpaku pada keindahan gerak atau pakem. Mereka menarikan dalam bentuk kontemporer. -JULIAN ROMADHON/HARIAN DISWAY-

Dipentaskan pada hari pertama Gelar Koreografer 2022, pada 5 Agustus, karya Yussi itu dihadirkan begitu tirai panggung gedung dibuka. Seorang penari pria tampak berdiri di atas properti meja. Ia bertelanjang dada dan mengenakan celana panjang hijau.

Sorot lampu mengarah ke tubuhnya. Ia mulai menari. Musik berbunyi menggema, memantul, seperti bola besi yang dijatuhkan ke tanah berkali-kali. Dentumnya berat. Penari laki-laki itu bergerak menelungkup, seperti hendak menerima sesuatu dari atas. Kemudian kakinya menekuk, hampir jongkok namun urung. Berdiri lagi, hingga penari perempuan datang.

Keduanya menari bersama. Bergerak dengan bebas, tak terpaku pada keindahan gerak atau pakem tari yang kanon. Jalan Tengah Part of Tinta Hijau sama seperti karya lain. Ditarikan dalam bentuk kontemporer. 


Dalam satu adegan, kedua penari itu memandang penonton dengan tatapan tajam, lantas memutar-mutar jari telunjuk keduanya. Seperti gaya mengaduk kopi. Kemudian berjalan beriringan. Laki-laki di depan, perempuan memegang pundaknya. Lalu menyusul. Mereka berdiri sejajar. 

Keduanya berjalan dengan gesture patah-patah. Seperti tersendat namun tetap berusaha melangkah, meski ayunan kakinya melebar. Seakan hendak menghindar dari rintangan dalam jalan mereka. 

Dalam dua-tiga gerakan, tiba-tiba kedua kepala masing-masing saling melekat. Seperti tak dapat dilepaskan. Sesekali ekspresinya terasa nyaman, tapi muncul pula ekspresi marah atau kecewa. Hingga kepala keduanya tak lagi melekat, masing-masing penari itu bergerak ke arah meja. 

Penari laki-laki bernama Vicky Cahya Ramadhan itu berdiri di atas meja dengan menari. Penari perempuan yang diperankan oleh Yussi sendiri, selepas keluar dari kolong, hendak naik ke atas meja.


--

Di situlah terjadi gambaran saling menolak. Tapi dalam beberapa gerak, selanjutnya mereka tampak saling menerima. Itulah akhir dari Jalan Tengah Part of Tinta Hijau. 

Karya Yussi itu merupakan tindak lanjut dari pementasan sebelumnya, Tinta Hijau. Dalam karya pertama dia mengambil tema tentang warkop. ”Mengapa warkop selalu didominasi pria? Mengapa perempuan seperti saya sejak kecil didoktrin untuk tak pergi ke warkop?,” terang perempuan 28 tahun itu. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: