Para Penampil dalam Gelar Koreografer 2022 (1); Catatan Transisi Tradisi
Errina Aprilyani memainkan sepatu itu dengan tangan. Lantas mengenakannya. Berjalan, bergerak bebas layaknya gerak modern dance. --
Dari pertanyaan itu Yussi melakukan riset secara langsung. Lalu menemukan bahwa konstruksi budayalah yang menentukan stigma pada laki-laki dan perempuan. ”Dalam Jalan Tengah Part of Tinta Hijau, saya mengerucutkan jalan tengah. Bukan menuntut kesetaraan. Tapi sadarilah, bahwa laki-laki dan perempuan sejatinya saling membutuhkan,” terangnya.
Lewat Lakshita Nirankara yang berarti doa dalam gerak, Sekar Alit ingin mengungkapkan bahwa doa tak selalu dipanjatkan dalam suasana hening, tenang, dan kondisi tubuh yang diam.
Sebelum karya Yussi disuguhkan, Gelar Koreografer 2022 dibuka oleh penampilan Sawung Dance, binaan Sekar Alit. Berjudul Lakshita Nirankara, empat penari yang membawakannya bukan muncul di panggung.
Melainkan di tengah-tengah penonton. Mereka berdiri dan menari dengan gerakan tak menentu. Patah-patah sembari mengibaskan rambut.
Lewat Lakshita Nirankara yang berarti doa dalam gerak, Sekar ingin mengungkapkan bahwa doa tak selalu dipanjatkan dalam suasana hening, tenang, dan kondisi tubuh yang diam. Bahkan dalam gerak pun manusia dapat berdoa.
Selain itu, keempat penari tersebut merupakan personifikasi dari Sedulur Papat manusia. Yakni keempat penjaga gaib yang dikenal dalam khasanah spiritual Jawa. ”Dalam doa, manusia punya kontemplasi masing-masing. Punya tradisi masing-masing dalam mencapai Tuhan. Termasuk doa ketika bergerak,” terangnya.
Namun, konsep Sedulur Papat seharusnya ada lima. Satu sisanya sebagai pancer atau diri manusia. Sekar menghadirkan empat penari. Bermakna bahwa yang gaib sebenarnya adalah fisik diri manusia. Sedangkan yang nyata adalah Sedulur Papat. Sebab, manusia bereksistensi karena adanya empat nafsu yang diwakili empat saudara tersebut.
Tanpa empat nafsu dasar, maka sejatinya tubuh tak berarti apa-apa. Manusia dinilai dari sifat, perangai dan emosinya. ”Jadi dalam doa, sebaiknya kita sertakan pula doa untuk Sedulur Papat kita itu,” ungkap alumni ISI Surakarta itu.
Koreografer selanjutnya yang unjuk karya adalah Errina Aprilyani dari Surabaya. Dia membawakan Transisi atau perubahan. Bangunan koreografi berbasis pengalaman berkesenian. Dari penari tradisi, kini menjadi penari entertaint yang banyak menggunakan unsur dance.
”Ingatan tubuh saya berawal dari tradisi. Mengapa Transit? Karena saat memasuki genre baru, tubuh saya mengalami transisi. Larut dalam penyesuaian-penyesuaian,” ungkap Errina.
Adegan dibuka dengan gemerincing gelang kaki seperti yang dikenakan para penari tradisi. Gerak tubuh awal yang dilakukan Errina dominan gerak tari tradisional. Kemudian dia mulai berguling ke kanan-kiri.
Gesture-nya lebih bebas. Sepertinya mulai memasuki transisi pada tari entertaint.
Terdengar bunyi seperti alat pendeteksi detak jantung. Bunyi konstan memanjang seakan alat tersebut tak lagi mendeteksi detak jantung. Suara itu sebagai penanda transisi Errina.
Dia keluar panggung sejenak. Lalu kembali lagi dengan membawa kursi dan sepatu high heels. Errina memainkan sepatu itu dengan tangan. Lantas mengenakannya. Berjalan, bergerak bebas layaknya gerak modern dance.
Namun sekali dua kali dia masih melakukan gerak tari tradisi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: