Manchester United, Riwayatmu Nanti

Manchester United, Riwayatmu Nanti

Manchester United kian sekarat. Klub yang sudah 20 kali menjuarai Liga Inggris itu kini berada di urutan buncit. United berada di zona degradasi. Secara statistik memang realitas itu masih belum perlu diperdebatkan. Jalan masih panjang. Kans masih terbuka lebar. 

Masalahnya justru pada cara United menangani persoalannya. Masalah paling vital United adalah sektor gelandang bertahan. Duet Fred dan Scott McTominay gagal total sejak era pelatih Ole Gunnar Solksjaer, Ralf Rangnick. Celakanya, Erik ten Hag masih saja memercayakan lini tengah United pada duet gagal itu. Hasilnya, dua kali United kalah. Kalahnya bahkan dari klub yang tidak-tidak. Menyerah 1-2 dari Brighton di pekan pertama dan digunduli 0-4 Brentford di London barat di pekan kedua. Di atas kertas, menghadapi dua lawan medioker saja sudah tak mampu, bagaimana mungkin United meladeni Liverpool pada 22 Agustus nanti. ‘’Menang dari Hongkong,’’ kata teman saya soal prospek duel United versus Liverpool. 

Fans United kini baru sadar, masalah utama United tidak terlalu tergantung pada pelatih, tetapi manajemen, terutama pemilik.  Pemilik United adalah Malcom Glazer yang membeli saham 90 persen klub itu lewat Red Football Ltd pada 2005. Setelah Malcom yang kelahiran New York 1928 meninggal pada 2014, saham itu dibagi rata kepada enam anaknya. Keenam anaknya itu adalah Joel, Avram, Darcie, Bryan, dan Edward Glazer. Penanggung jawabnya diserahkan kepada Joel dan Avram. Kedua anaknya bahkan sudah mengelola klub sejak April 2006 gara-gara sang ayah sakit-sakitan terkena stroke.

Sayangnya, meski sudah terlibat di United sejak 2006, Joel dan Avram tak kunjung pintar. Untung ada Sir Alex Ferguson cs yang tetap menjaga marwah klub itu sehingga tetap berada di tataran elite.

United langsung kelimpungan setelah Fergie pergi pada 2013. Sejak itu pula, United tak pernah juara lagi. DNA juara united seolah-olah lenyap tak berbekas. Kegagalan demi kegagalan datang silih berganti. Bayangkan pelatih sekelas Loius van Gaal dan Jose Mourinho saja tak sanggup mengangkat prestasi klub. Mourinho memang masih bisa membawa United merebut trofi Liga Europa. Masalahnya trofi Liga Europe itu ekuivalen dengan puncak prestasi klub medioker. 

United kini tengah berada dalam situasi the right man not in the right place. Akar persoalan United ada di sektor gelandang bertahan, tapi sektor itu tak kunjung dibenahi. Musim lalu sempat terbetik berita United yang ingin membajak Declan Rice dari West Ham di rezim Ole Gunnar Solksjaer. West Ham sudah menetapkan harga GBP100 juta pounds. United menawar.  West Ham justru menaikkan harga Rice menjadi GBP150. Belakangan, manajer David Moyes malah mengatakan, kapten Declan Rice is not for sale. Lalu muncul nama lain dari Leeds United. Kalvin Philips. Rupanya United tidak serius. Buktinya, pada musim ini, Philips justru berlabuh di Etihad bersama Manchester City. 

Di era Ten Hag, dua nama itu tak pernah nongol lagi ke permukaan. Muncul nama baru Frenkie de Jong. Sayangnya, United kena PHP Barcelona dan De Jong sekaligus. Harga sudah sepakat, tapi De Jong tak kunjung nongol. Bahkan, bisa-bisa De Jong gabung Chelsea. 

Sikap setengah hati pemilik United berdampak serius pada realitas sosial. Gengsi klub menurun drastis. United kini seperti hanya seluas daun kelor. Banyak pemain yang ditaksir akhirnya bergabung dengan klub lain. Dulu United benar-benar seksi. Baru dengar isu ditaksir United saja seorang pemain sudah salah tingkah bingung setengah mati, apalagi kalau dibeli beneran. 

Ada dua persoalan mendasar yang dihadapi United belakangan ini. Pertama, pemilik klub tidak maksimal melakukan revitalisasi peran. Pemilik enggan berinvestasi. Membeli pemain hebat adalah bagian dari investasi cerdas. Karena faktor pemilik itu, fans mengancam boikot partai superduel melawan Liverpool pada 22 Agustus nanti. #EmptyOldTrafford.

Kedua, pemain-pemain United tengah mengalami tekanan psikologis yang luar biasa. Kegagalan musim lalu masih membekas. Sebab, pemainnya yang itu-itu saja. Tidak ada sosok baru membuat pemain sekitarnya berguman ‘’nah ini baru ok’’. 

"Atas nama fans Manchester United di mana-mana, kami menuntut perubahan yang mendesak dan radikal", sebut sebuah akun di media sosial.

United menuntut perubahan radikal sebelum jendela transfer ditutup. Kalau perubahan radikal itu tidak dijalankan, bukan tidak mungkin, Setan Merah akan menjalani bulan-bulanan lawan. United tinggal terima nasib. Degradasi adalah kata paling menakutkan untuk setiap klub. Tetapi United sekarang sepertinya sudah mulai akur dengan kata degradasi itu. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: