Sembahyang King Ho Ping, Umat Konghucu Persembahkan Pir-Apel-Jeruk untuk Menuju Keselamatan

Sembahyang King Ho Ping, Umat Konghucu Persembahkan Pir-Apel-Jeruk untuk Menuju Keselamatan

Proses pembakaran kertas toa kim dan beberapa piranti untuk dipersembahkan pada leluhur.--

Sembahyang arwah King Ho Ping dilakukan umat Konghucu di Kelenteng Delapan Jalan Kebajikan, Surabaya. Upacara pada 21 Agustus itu menjadi sarana penghormatan dan bakti bagi leluhur.

Sebelum pukul 10 siang, umat Konghucu bahu-membahu mengeluarkan puluhan boks-boks dari dalam sebuah mobil. Semua lalu ditata di ruang utama lantai satu Kelenteng Delapan Jalan Kebajikan.

Di atas meja panjang, di depan patung Nabi Kongzi. Beberapa sesaji dalam piring-piring plastik ditata, memenuhi meja bagian depan sampai ke tengah. Menyisakan sedikit ruang untuk tungku pedupaan serta susunan kertas-kertas toa kim, atau kertas persembahan.

Semua itu diperlukan untuk mengadakan upacara sembahyang King Ho Ping. ”Inilah bukti pengabdian kami pada leluhur,” ungkap Olivia Yunita, salah seorang umat.

Olivia terlihat sibuk menata sajian. Di depan piring-piring plastik tersebut tertata dua gelas kecil merah dan putih. Isinya teh dan arak. Sedangkan sajian-sajian tersebut berisi: kue tok, roti kukus, buah pir, apel, jeruk, tang kwee dan manisan.

Di bagian belakang terdapat berbagai hiasan dari kertas toa kim. Sebagian besar berbentuk bunga teratai. Sebagian lagi berbentuk kapal. Paling belakang adalah boks-boks besar. ”Boks itu berisi beragam persembahan. Seperti uang kertas mainan, replika pakaian, rumah-rumahan serta kertas kuning sebagai surat jalan bagi arwah leluhur,” ungkapnya.
Sebelum memulai ibadah King Ho Ping, umat Konghucu beribadah terlebih dahulu di altar Tuhan, sebagai perizinan.

Umat Konghucu percaya bahwa leluhur perlu diberi persembahan-persembahan tersebut, demi ketenangan mereka di alam arwah. 

Dari sisi logis, persembahan tersebut hanyalah sarana bakti dari anak-cucu, yang telah menjadi tradisi turun-temurun. ”Yang lebih diprioritaskan untuk persembahan bagi arwah, adalah lantunan doa dan harapan kita untuk ketenangan mereka,” ujar Wen Shi Liem Tiong Yang, pemuka agama Konghucu.

Memperlakukan arwah tentu tak sama dengan perlakuan untuk manusia biasa. Liem menunjuk pada beberapa kejadian mimpi yang kerap dijumpai banyak orang.

”Misalnya, salah satu leluhur masuk dalam mimpi. Kita bisa melihat fisik mereka. Kadang pakaiannya compang-camping. Berarti di alam arwah ia butuh diberi pakaian. Pakaian mainan tentu saja,” ujarnya.

Namun yang sangat dibutuhkan leluhur, terlepas dari gambaran kondisinya di alam mimpi, adalah doa dari anak cucu. 

Segala piranti tersebut hanya syarat semata, sebagai penghormatan dan bakti. ”Doa kita yang akan sampai. Untuk piranti, ada yang meyakini akan sampai, ada yang tidak. Tapi kami yakin piranti itu akan berguna bagi kehidupan leluhur di alam arwah,” terang ayah lima anak itu.

Indikasinya dapat dilihat dari pengalaman mimpi pula. Tak jarang warga Konghucu yang membakar rumah-rumahan kertas untuk leluhur, malamnya leluhur itu datang lewat mimpi. 
Sembari tersenyum, mereka berada di dalam rumah yang berbentuk persis seperti rumah yang telah dibakar. Begitu pun pakaiannya. ”Atau jika leluhur tak lagi datang dalam mimpi, itu juga indikasi bahwa persembahan anak atau cucunya telah diterima,” ungkapnya.

Maka upacara itu disebut King Ho Ping. King artinya sujud. Sedangkan Ho Ping bermakna saudara atau kawan akrab. Jadi persembahyangan tersebut bermakna sujud atau bakti seseorang terhadap leluhur. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: