Puan, Capres, dan Regenerasi PDIP
-Ilustrasi: Reza Alfian Maulana-Harian Disway-
Di Partai Demokrat, awal kemunculan AHY, putra sulung SBY, di kancah politik sangat mengagetkan. AHY yang masih muda, dengan karier sedang moncer, memilih mundur dari TNI, untuk berkarier di dunia politik.
Banyak kalangan yang menyayangkan keputusan SBY mengajak anaknya terjun ke dunia politik. AHY saat itu sudah menjabat komandan batalion. Pangkatnya masih mayor. Job danyon itu, untuk letnan kolonel, hingga menunggu waktu saja naik pangkat.
Belum sempat menerima pangkat letnan kolonel, AHY yang lulusan terbaik Akmil dan disebut sebagai pimpinan TNI masa depan harus melepas baju tentaranya. Keluar dari barak, memilih terjun ke politik. Mencalonkan diri dalam pilgub DKI Jakarta. Kalah.
Ia memang kalah. Ternyata ada rencana yang lebih besar. Yakni, AHY didapuk menjadi ketua umum Partai Demokrat. SBY pun melakukan regenerasi di Demokrat dengan mulus. Penggantinya: ahli warisnya. Itulah yang tak bisa dilakukan Amien Rais di PAN atau Gus Dur di PKB.
Langkah SBY dan pilihan pensiun muda AHY jelas masuk akal dari strategi politik. Saat ini sumber kepemimpinan nasional tidak lagi didominasi militer seperti era Orba. Sekarang, selain militer, sumbernya para politikus dan pengusaha. Menteri, gubernur, dan bupati mayoritas dari politikus dan pedagang. Presiden pun begitu.
AHY pun saat ini berpeluang menjadi presiden, wapres, atau menteri bila koalisinya menang dalam pilpres nanti. Dan yang paling penting, mengendalikan parpol akan ikut menentukan arah panggung nasional.
Apalagi, menjadi pengendali parpol PDIP, yang dua pemilu terakhir meraih suara terbanyak. Pengaruh sebagai penentu sangat terasa di parlemen dan istana.
Bagi para penguasa partai –bisa dibilang pemilik partai– yang paling penting adalah kesinambungan ahli warisnya. Tidak boleh ada matahari kembar. Dan, saya melihat, PDIP sedang mempersiapkan Puan sebagai matahari tunggal. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: