Catatan dari Pameran Seni Lukis Nasional ”Bias Borneo” (3); Poros Baru di Tanah IKN

Catatan dari Pameran Seni Lukis Nasional ”Bias Borneo” (3); Poros Baru di Tanah IKN

Pelukis Banjarmasin Nanang M Yus di depan karya Nasirun dari Yogyakarta yang terbagi dalam beberapa panel.--

BANJARMASIN, HARIAN DISWAY - Pameran Seni Lukis Nasional Bias Borneo membabar potensi Borneo yang sangatlah kaya. Di antara ’kebesaran’ Borneo itu, nilai nasional event ini juga dari keikutsertaan perupa-perupa ternama Indonesia. Apa maknanya?

Dalam brosur Ragam Pesona Budaya Banjar 2022, terpampang lukisan Misbach Thamrin berjudul Gotong Royong yang dipakai sebagai background untuk mempromosikan pameran di gedung Taman Budaya Kalimantan Selatan pada 16-21 Agustus.

Tak salah bila karyanya terpilih. Laki-laki 81 tahun itu adalah pelukis senior Kalimantan Selatan. Di antara 100 perupa, nama Misbach memang tak terbantahkan dalam jajaran perupa senior Borneo yang disegani.
Misbach Thamrin dengan karyanya.

Saat pembukaan acara pada 16 Agustus, fisik pria kelahiran Banjarmasin itu masih prima. Meskipun sempat mengalami cedera, tapi ia tetap berupaya datang dalam perhelatan. ”Ke mana-mana saya masih kuat bersepeda motor,” katanya.

Keberadaannya –menurut kurator Bias Borneo Yaksa Agus- sangatlah penting. ”Beliau membuat pameran ini menarik. Dalam pameran inilah kami mempertemukan maestro Misbach Tamrin dan Djokopekik. Dua sahabat satu angkatan dan satu sanggar sejak awal perjalanan berseni rupa,” ujar Yaksa.
Kurator Yaksa Agus bersama pelukis senior dari Banjarmasin Misbach Thamrin di depan karya Djokopekik, sahabatnya.

Sebagai pelukis Lembaga Kesenian Rakyat (Lekra) nasib Misbach memang mirip dengan Djokopekik. Satu kelompok dalam Sanggar Tarung Bumi (SBT) dengan Djokopekik, Misbach juga pernah dipenjara dan baru bebas pada1978. 

Tapi semangat Misbach tak kendur. Persis dengan Djokopekik yang terus berkarya hingga kini. Bahkan Misbach tak segan menggelar pameran tunggalnya yang pertama saat ia berusia 74 tahun pada 2015 di Galeri Nasional dalam tajuk Arus Balik. ”Itu setelah Djokopekik. Baru saya. Saya pelukis Lekra yang kedua yang pameran di situ,” katanya.

Buat perupa lainnya yang berusia di bawah kedua maestro ini, Misbach dan Djokopekik bagai dua poros yang menyatukan Bias Borneo dalam pertalian yang kuat. Mereka tak saja mewakili senioritas atau nama besar untuk membuat pameran itu punya nilai. Boleh dikata Misbach meneguhkan poros seni rupa Kalimantan Selatan atau Kalimantan atau Borneo. Sementara Djokopekik jelas mewakili poros seni rupa Jawa. Artinya keseimbangannya seolah ’diamankan’ oleh kedua perupa ini.

Keduanya juga memberikan sinyal bahwa tak ada beda dengan kekuatan seni rupa di Kalimantan/Borneo dengan di Yogyakarta/Jawa. ”Pameran ini menunjukkan bagaimana posisi seni rupa di daerah. Hanya butuh digiatkan agar menggeliat,” tegas Yaksa.

Sejak Oktober 2019 intens berkomunikasi dengan IPKS pimpinan perupa Banjarbaru Muslim Anang Abdullah, Yaksa melihat bahwa potensi Borneo amatlah besar. IPKS yang menjadi ruang komunikasi para perupa di Kalimantan Selatan lalu memetakan potensi di tiap daerah. Mulai sanggar, kelompok, maupun perorangan. ”Dimotori IPKS -Pak Anang, Mbak Melati Yusuf, Pak Eko Budiono, Mas Ian Adi Nugroho anggota Seniman Indonesia Muda (SIM),” katanya. 

”Kerja keras itu didukung secara gotong royong dari daerah. Dan Bias Borneo menjadi event pertama yang menyatukan Borneo. Sebagai kawan mengobrol, saya senang bisa ikut mewujudkan ide itu terwujud,” katanya. 

Sejatinya pameran hendak dilakukan sebelum pandemi. Namun ketertundaan itu tampaknya menjadi blessing in disguise. Karena terganjal Covid-19 dan baru bisa digelar Agustus, ide IPKS itu justru direspons Taman Budaya Kalimantan Selatan. Dimasukkan dalam program Ragam Pesona Budaya Banjar 2022. 

”Gayung bersambut. Pameran ini diikuti perupa-perupa para maestro yang berskala internasional dan para master lukis di berbagai daerah di Indonesia sehingga menambah gairah dan semaraknya perhelatan ini,” kata Anang, dalam sambutannya dalam katalog.

Selain Misbach dan Djokopekik, Yaksa lalu mengajak pelukis Yogyakarta yang lain seperti Nasirun, Diah Yulianti, dan Agus Baqul. Pun sejumlah nama-nama pelukis daerah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: