Dalam Tradisi Pernikahan Tionghoa Chio Thao, Ada Buku Tungsu saat Menata Rambut

Dalam Tradisi Pernikahan Tionghoa Chio Thao, Ada Buku Tungsu saat Menata Rambut

Kedua orang tua mempelai perempuan bertindak menyematkan kain hijau penutup wajah hingga nanti akan disingkap oleh mempelai laki-laki. --

Setelah itu kedua orang tuanya menutupi kepala beserta wajah dengan kain tipis berwarna hijau. Kemudian pihak mempelai pria datang menghampiri calon istrinya. Sejenak bertatapan, lalu Alvian menyingkap penutup kepala itu. Sebagai penanda bahwa Putri telah sah menjadi istrinya. Serta kedua orang tua Putri telah melepaskan puteri mereka untuk menjadi istri dari Alvian. 

Dalam prosesi yang dilakukan di kediaman Putri tersebut, terdapat beberapa piranti tradisi. Seperti buku tungsu yang disiapkan di hadapan Putri ketika rambut mempelai perempuan disisir dan dirias, serta gunting, timbangan, sumpit dan lain-lain. Semua benda memiliki maknanya masing-masing. 

Prosesi Chio Thao telah selesai. Keduanya pun beranjak ke ruang ibadah untuk berdoa pada Thian atau Tuhan. Di altar ibadah itu telah disiapkan berbagai sajian, termasuk buah-buahan yang biasa disajikan saat upacara Imlek, Ceng Beng dan perayaan-perayaan tradisi Tionghoa pada umumnya. Seperti jeruk yang melambangkan kemakmuran, buah pir sebagai lambang umur panjang dan sebagainya. 

Jika mempelai memiliki agama tertentu, setelah Chiao Thao mereka dipersilakan untuk melakukan ritual pernikahan secara agama mereka. “Chio Thao kan tradisi. Adat. Seperti jika di Jawa ada pelaksanaan-pelaksanaan adat tertentu sebelum menikah. Sama seperti itu,” ungkapnya. 

Kemudian mempelai berdua pergi ke rumah orang tua dari kedua belah pihak. Mereka meminta restu sembari bersujud. Kemudian orang tua akan memberikan balasan dalam bentuk angpao. Isinya bisa berupa uang atau perhiasan. 
Pasangan Putri Dwi Lestari dan Alvian Phang usai melaksanakan tradisi pernikahan Chio Phao dalam pakaian pengantin khas Chio Pao.--

Setelah itu kedua mempelai akan menyantap hidangan yang ditata dalam 12 mangkuk. Lambang 12 bulan dalam satu tahun. Kemudian orang tua akan menyuapi keduanya dengan butir-butir nasi yang telah dicampurkan dengan air gula. Perlambang bahwa kedua orang tua telah merawat mereka sejak kecil hingga dewasa. Sebagai harapan pula bahwa keduanya akan dilimpahi kebahagiaan, rezeki yang tak pernah surut serta keharmonisan dalam berumah tangga. 

Setelah itu, baik Puteri maupun Alvian, keduanya saling berhadapan dan memberi hormat menggunakan salam pai. Lantas masing-masing saling membungkuk. Tanda bahwa masing-masing memiliki rasa hormat satu sama lain. Prosesi tersebut menandai kehidupan baru keduanya. Bahwa mereka telah siap menjadi pasangan yang mandiri, membangun rumah tangga serta dapat memahami pasangannya dengan baik. 

“Secara turun-temurun tradisi Chio Thao masih lestari sampai saat ini. Meski tak banyak tapi tetap ada. Karena budaya itu adalah warisan leluhur. Melestarikannya sama saja sebagai bentuk rasa hormat kami,” pungkas pria 25 tahun itu. (Heti Palestina Y-Guruh Dimas Nugraha) 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: