Di Asia Tri Jepang, Sri Krishna and Friends Bawa Isu Toleransi dengan Hokja

Di Asia Tri Jepang, Sri Krishna and Friends Bawa Isu Toleransi dengan Hokja

Sri Khrisna (tengah) mengajak empat personelnya; Pramono pada gitar, Bagus Mazasupa pada keyboard, Endik Barkah, penggebuk drum dan Yabes, pembetot bass.--

YOGYAKARTA, HARIAN DISWAY - Sri Krishna, musisi asal Yogyakarta, tampil dalam ajang Asia Tri di Akita, Jepang. Tampil dengan nama Sri Krishna and Friends, Krishna membawakan karya-karya yang merespons kegelisahan sosial serta kearifan lokal. Inilah yang menjadi daya tariknya. 

Seperti karakter khasnya, Krishna membawakan cuplikan lagu daerah dalam tiap lagunya. Musiknya bergaya perkusif, bercirikan musik rakyat dengan nada dan lirik tentang kegelisahan. Menurutnya, hal itu buah dari kedekatannya dengan Sawung Jabo dan Orkes Barock yang membentuk kepribadiannya dalam bermusik.

Karakter itu pun tak luput dalam ajang Asia Tri. Di panggung Asia Tri yang berlangsung di Akita,  Krishna membawakan lagu-lagu hits ciptaannya. Di antaranya ada Celeng Dhegleng, Sengkuni Asu-asuan, dan lain-lain. Semua lagu-lagu itu ternyata direspons dengan baik oleh publik Akita.

Saat membawakan lagu Hokya, nada keyboard terlihat dominan memainkan pola melodis. Pukulan drum khas musik rakyat serta strumming gitar yang jadi rythm section. Dalam beberapa part, Krishna dan kawan-kawan mengadaptasi ketukan synchope dari lagu I Shoot the Sheriff karya Bob Marley. Namun dikembangkan dengan musikalitas mereka, sehingga terlihat berbeda dan lebih kaya.

Sekarang saatnya bersama-sama/Saling menjaga keragaman bangsa/Berhenti membenci, hindari memaksa/Persaudaraan, kekuatan bangsa. Demikian cuplikan syair lagu Hokya, lagu terbaru karya Krishna. Dalam lagu itu ia berbicara tentang toleransi dan warna-warni keberagaman. Memasuki pertengahan lagu, penonton sontak pergi ke atas panggung dan berjoget. Bagi mereka yang sebagian besar warga Jepang, musik dengan nada-nada etnik khas Nusantara terasa mengasyikkan.

Bahkan saat Krishna membawakan lirik lagu anak berbahasa Jawa, mereka turut menyanyikan teriakan dalam lirik tersebut: E, dayohe teko/E, gelarno kloso/E, klasane bedah/E, tambalen jadah/E, jadahe mambu/E, pakakno asu/R, kompore teko / e, jo di percoyo/E, niate olo/E, ayo waspodo/E, bocahe mekso/E, pakakno asu.
Sebagai penampil dari Indonesia di Asia Tri, Sri Krishna and Friends bermusik dalam dua sesi selama dua hari, pada 3-4 September.--

Lagu kearifan lokal memang selalu ada dalam bangunan lirik dan komposisi musik Krishna. Ia memang populer dengan kekhasan tersebut. Sebab, baginya lagu daerah mengandung petuah-petuah bijak yang masih relevan dengan kondisi bangsa saat ini. "Seperti lagu Dayohe Teko dalam Hokya yang bercerita tentang seorang provokator atau "kompor". Mengajak siapa saja agar jangan percaya dengan seseorang yang mengajak orang lain dalam keburukan," ungkapnya.

Lagu tersebut, meski penciptanya tak diketahui, konon diciptakan langsung oleh Sunan Kalijaga. Ketika ia sedang bersyiar Islam di tanah Jawa. "Jadi dulu Kanjeng Sunan sudah berusaha membendung pengaruh-pengaruh buruk. Terutama paham-paham sempit. Caranya lewat kesenian," ujar pria 50 tahun itu.

Bahkan secara musikal, lagu itu dapat dimasukkan sebagai bagian dari komposisi karya Krishna. Publik Jepang yang tak tahu arti lirik tersebut, tetap ikut bergoyang dan berkali-kali turut meneriakkan bagian seruan "e". Bahwa musik, sekalipun liriknya asing, tetaplah bersifat universal. Padanan irama yang membuat mereka menikmati pementasan itu. 

Unsur etnik yang ada dalam lagu Hokya, berciri jathilan. Yakni perkusif dengan aksen melodi-melodi panjang dari keyboard. "Saya selalu berusaha berada dalam kultur musik Nusantara. Lebih dinamis dan ketika memasuki part lagu daerah, dinyanyikan secara kolosal. Mencirikan kebersamaan antar-masyarakat," terang musisi yang berdomisili di Yogyakarta itu.

Dalam pementasan tersebut, Khrisna mengajak empat personelnya; Pramono pada gitar, Bagus Mazasupa pada keyboard, Endik Barkah, penggebuk drum dan Yabes, pembetot bass. Mereka didaulat tampil di Jepang oleh Bambang Paningron, Direktur Asia Tri.

Sebagai penampil musik, kehadiran Sri Krishna and Friends menjadi catatan baru dalam ajang Asia Tri. "Sebab baru pada 2022 ini, Asia Tri menampilkan pementasan musik. Dulu yang paling sering adalah seni pertunjukan," ujar pria berambut gimbal itu.
Lagu kearifan lokal memang selalu ada dalam bangunan lirik dan komposisi musik Sri Krishna and Friends. --

Dijelaskan Krishna, Asia Tri merupakan ajang festival kesenian yang digagas tiga negara. Yakni Jepang, Korea Selatan, dan Indonesia. Di tahun 2022 atau festival kedelapan belas, ada tiga negara partisipan yakni Indonesia, Jepang dan India.

Dalam perkembangannya, festival tersebut tak hanya diikuti oleh negara-negara di Asia. Tapi juga Eropa dan Amerika. "Namun pada festival kedelapan belas ini, hanya Indonesia, Jepang dan India saja yang ikut. Negara dari Eropa absen karena ada kenaikan jumlah pengidap Covid-19," katanya.

Sumber: