Mahasiswa Lintas Pulau Belajar Persatuan di Kampung Ondomohen

Mahasiswa Lintas Pulau Belajar Persatuan di Kampung Ondomohen

Mahasiswa perukaran dalam negeri, Modul Nusantara program MBKM berfoto bersama warga kampung Ondomohen-Aisyah Amira Wakang/Harian Disway-

SURABAYA, HARIAN DISWAY - Kampung Wisata Edukasi Oase Ondomohen Surabaya ramai dikunjungi mahasiswa luar pulau. Ada yang dari Sulawesi Utara, Sumatera Utara, Bali, Jambi, Papua Barat, Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Timur, hingga Sulawesi Selatan, Sabtu, 22 Oktober 2022. 

Mereka berkumpul di depan gapura Ondomohen sambil menenteng eco bag dari hasil pelatihan bersama fashion designer: Novita Rahayu di hari yang sama.

Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) di Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya Andriana Anteng Anggorowati juga hadir mendampingi mereka. Mereka diajak menengok hijaunya kampung di tengah gedung-gedung tinggi Surabaya pusat itu.

Kunjungan itu masuk program Modul Nusantara yang menjadi syarat pembelajaran program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM).


Dra. Ir. Andriana Anteng Anggorowati berbaju merah sedang melihat lampu penerangan hasil teknologi panel surya.-Aisyah Amira Wakang/Harian Disway-

Sebelum memulai kegiatan di siang hari yang cerah itu, warga sudah menyiapkan berbagai macam hidangan prasmanan. Bebas ambil sepuasnya.  Kehangatan terpancar ketika mereka asyik bercengkrama sambil menyantap makanan dengan lahap.

Sesuai dengan tujuan Modul Nusantara, Andriana berharap mahasiswa dapat membangun nilai persatuan dan sikap toleransi.

“Ini salah satu penerapan dari Pancasila, karena dia bisa belajar bersama dengan orang lain dari latar belakang yang berbeda. Mulai dari usia, budaya, suku, hingga agama. Semua bersatu tanpa barier

Warga ondomohen hidup dalam keberagaman. Mereka menerima siapa saja yang datang sebagai tamu. Unsur persatuan sangat kuat di kampung percontohan tersebut. “Kami tunjukkan bahwa Surabaya kulturnya aman, nyaman, dan mahasiswa ikut merasakan itu,” kata Andriana.


Mikhael Marthen dan Jeasen Renaldi Tenda, mahasiswa pertukaran dalam negeri MBKM sedang membawa eco bag karyanya.-Aisyah Amira Wakang/Harian Disway-

Bahkan sejak kedatangan mahasiswa dari pertengahan Agustus lalu, mereka sudah berlatih untuk membaur dengan masyarakat. Beberapa mahasiswa tersebar di kos-kos yang berbeda dengan lingkungan yang multikultur.

Sehingga, saat mereka kembali ke kampung halamannya, mahasiswa jadi banyak belajar tentang perbedaan. Bukan sebagai suatu hal yang menakutkan, tetapi perbedaan yang mempersatukan. “Mereka sadar, hal-hal yang mengkhawatirkan itu sebenarnya tidak ada,” lanjut Andriana.

Oleh karena itu, dirinya lebih memperbanyak kegiatan di luar kelas (outdoor) sekaligus refleksi. Salah satunya adalah di Kampung Ondomohen Surabaya yang terkenal dengan giat lingkunganya. 


Novita Rahayu sedang mengajarkan cara menggunakan mesin jahit ke mahasiswa pertukaran MBKM-Aisyah Amira Wakang/Harian Disway-

Selain mengajarkan tentang kebhinekaan dan budaya, Andriana juga ingin mengaitkan Modul Nusantara dengan kegiatan lingkungan yang erat kaitannya dengan nilai-nilai Pancasila.

“Masak iya saya ajarkan tentang teori pancasila, tentang keberagaman terus. ini kayaknya harus ditambahi life skill atau keterampilan hidup.” lanjut Bunda Aan, panggilan mahasiswa kepadan Andriana.

Salah satu hal yang diajarkan adalah mengolah kain perca menjadi produk bernilai jual. Saat kembali ke daerah masing-masing mahasiswa bisa membuat kreasi lainnya. “ Mungkin dari kulit, bahan-bahan lain di daerahnya sana dengan masyarakat sekitarnya,” Ujar Andriana.

Rupanya kegiatan ini juga disambut antusias oleh mahasiswa. Terlihat betapa semangatnya mereka menusukkan jarum benang agar terjahit kuat. Karya mereka boleh dibawa pulang untuk souvenir. Maka dengan segala kehati-hatiannya, mereka kerjakan proses menjahit itu dengan sungguh-sungguh. 

Mahasiswa pertukaran program MBKM, Reginal Heru Prayoga adalah salah satunya. Ia darii Universitas Mulawarman, Samarinda, Kalimantan Timur. Eco bag miliknya lah yang pertama selesai. Tak hanya bersemangat membuat tas, ia bahkan merasa senang karena disambut ramah oleh warga.

“Hal unik yang saya temukan di sini, tutur sopan mereka ketemu orang, sih. Karena kalau di Kalimantan ya biar ketemu orang baru juga ya gitu-gitu aja, enggak kayak gimana-gimana banget juga enggak. Kalau di sini yang kayak, Oh iya, darimana?’” ucap Heru sambil menirukan gestur membungkuk ala-ala orang Jawa.

Setelah selesai melakukan pelatihan menjahit eco bag, mahasiswa diantar untuk berkeliling menyusuri Kampung Ondomohen. Kampung ini dipilih Andriani setelah melihat informasi di internet tentang kampung hijau di Surabaya. 

Meski termasuk kecil dengan luas wilayah satu gang, Andriani merasa kampung ini begitu unik. Apalagi dirinya senang ketika mahasiswanya puas melihat-lihat hijaunya Kampung Ondomohen yang dikelilingi tanaman hidroponik. Seperti yang dirasakan oleh Jeasen Renaldi Tenda, mahasiswa asal Universitas Katolik Manado, Sulawesi Utara.

“Pertama kali melihat kampung ini adalah melihat keindahannya. Ku kira kampung Persebaya, kan Persebaya motifnya hijau kuning. Ternyata kampung Ondomohen ini memang unik dari segi warna, dimana memakai hijau dan juga kuning.” Ujar Jeasen.


Reginal Heru Prayoga, salah satu mahasiswa pertukaran program MBKM yang berasal dari Universitas Mulawarman, Samarinda, Kalimantan Timur.-Aisyah Amira Wakang/Harian Disway-

Jeasen juga tertarik dengan teknologi panel surya yang ada di kampung tersebut. Ia belum pernah melihatnya di rumah orang-orang di pusat Kota Manado. 

Saking antusiasnya, ia bertanya kepada Musmulyono selaku kepala dari Kampung Ondomohen. Jeasen bertanya tentang teknologi lain yang ada di kampung tersebut. 

“Panel surya ini tidak hanya digunakan sebagai lampu penerangan atau pompa IPAL. Bisa juga dipakai untuk keperluan budidaya maggot.” Jelas Mus.

Berkeliling di Kampung Ondomohen, Jeasen dan mahasiswa lainnya juga terkesan dengan kolam aquaponic yang dijadikan tempat budidaya ikan. Got yang dulunya kumuh itu berhasil disulap jadi IPAL yang produktif. 

Selain kolam, mereka juga tertarik dengan budidaya black soldier fly (BSF). Beragam buah-buahan juga tumbuh subur di kampung tersebut. Heru bahkan tak segan mengambil buah belimbing dari pohonnya saat ditawari warga. Buah belimbing kuning yang ia peroleh itu langsung diberikan ke dosen pembimbing mereka. Kejadian itu diiringi gelak tawa dari warga dan mahasiswa.

Rupanya, selain Ondomohen, Andriani juga sudah mengajak mahasiswanya berkeliling di sekitar Jawa Timur. Belum lama ini, mereka mengunjungi Pasar Pundensari di Madiun. 

Dari kunjungan itu, Heru sudah mempelajari mempelajari teknik memakai kain Jawa, udeng, dan menulis nama dengan aksara Jawa. Mereka juga pergi ke museum untuk mengetahui sejarah nusantara. 

Berkat kegiatan seperti itu, mahasiswa sadar bahwa banyak hal yang harus dipelajari tentang Indonesia. Terlebih, satu pulau saja sudah banyak pengalaman menarik yang mereka dapatkan.

Apalagi Nusantara yang terdiri dari 16.771 pulau, yang tercatat oleh Gazette Republik Indonesia di tahun 2020. Setelah kegiatan selesai, mahasiswa diwajibkan mengisi log book atau rangkuman kegiatan. Hal ini berguna untuk refleksi mereka.  (Aisyah Amira Wakang)



Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: