Ragam Perguruan Bela Diri dan Baju Adat di Peringatan Sumpah Pemuda Surabaya

Ragam Perguruan Bela Diri dan Baju Adat di Peringatan Sumpah Pemuda Surabaya

Rian Dicky Kurniawan (kiri) dan Dimas Kurniawan (kanan) sebagai perwakilan pemuda Perguruan Silat Galing Surabaya.-Aisyah Amira Wakang/Harian Disway-

SURABAYA, HARIAN DISWAY - Ratusan pemuda berpakaian adat memadati Taman Surya Surabaya tadi pagi, 28 Oktober 2022. Di antara mereka terdapat barisan pesilat dan atlet bela diri dari berbagai perguruan. Semuanya mengikuti upacara peringatan Sumpah Pemuda ke-94 yang digelar Pemkot Surabaya.

 

Para pemuda  terlihat anggun dan gagah. Acara nampak khidmat saat terompet pembuka mulai berbunyi, tepat pukul 07.30.

Serangkaian acara mulai dilakukan. Mulai dari pengibaran bendera, pembacaan UUD 1945, Pembacaan Teks Keputusan Kongres Pemuda Indonesia Tahun 1928, serta menyanyikan lagu Satu Nusa Satu Bangsa.

Pemuda dari berbagai daerah berkumpul pada 1928. Mereka menorehkan tinta emas persatuan yang dikenang sampai sekarang. Berkat perkumpulan pemuda dari berbagai daerah itu, negara ini dapat mengambil pelajaran dalam menyikapi perbedaan. 


Harmoni Ramadhani S.C (Kiri) dan Albertha Aurellia (kanan) peserta tari yang ikut memeriahkan pertunjukan kolosal.-Aisyah Amira Wakang/Harian Disway-

Mereka menyampingkan sikap primordialisme, yang menggunakan suku, agama, ras, dan kultur masing-masing. Perbedaan justru menjadi kekuatan. Oleh karena itu, kali ini peringatan Hari Sumpah Pemuda mengangkat tema “Bersatu Bangun Bangsa.”

“Tema ini memberikan pesan mendalam bahwa bersatu padu adalah harga mati yang  harus dikuatkan untuk membangun ketangguhan, dengan ketangguhan dan persatuan menjadi kekuatan untuk melakukan pembangunan peradaban yang unggul sebagai eksistensi bangsa Indonesia.” Ujar Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi meneruskan sambutan dari Menteri Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia Zainudin Amali.

Sebanyak 38 perguruan silat dan beladiri juga dihadirkan di sana. Mereka mendeklarasikan kedamaian di Surabaya. 

Hal tersebut dilakukan untuk menekan angka tawuran antar perguruan silat yang muncul beberapa kali setahun belakangan. Eri mengatakan bahwa, Surabaya tidak memiliki kultur tawuran.

Yang ada adalah jiwa pemberani yang mengakar sejak nenek moyang. Sikap kesatria tidak ditunjukkan dengan cara adu kekuatan dan sok jago. “Karena itulah pendidikan karakter ingin kita tanamkan di sekolah-sekolah,” kata Eri. (Aishah Amira Wakang)



Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: