Main Sabar, Tirulah Spanyol

Main Sabar, Tirulah Spanyol

TIM NASIONAL Sanyol harus berjibaku melawan tim elite lain, Jerman. Banyak yang menganalisis bahwa Spanyol dan Jerman-lah yang akan lolos dari grup maut itu.--

SPANYOL menuju Piala Dunia 2022 Qatar dengan rasa haus trofi. La Furia Roja –julukan timnas Spanyol– sedang mencari penuntas dahaga trofi besar pertama mereka setelah puasa satu dekade.

Kejayaan Piala Dunia 2010 diapit dengan kemenangan di Euro 2008 dan 2012 menjadi kenangan indah Spanyol. La Furia Roja yang saat itu dinakhodai pelatih veteran Vincente del Bosque sangat dielu-elukan publik setelah meraih tiga trofi tersebut, terutama trofi Piala Dunia yang menjadi koleksi pertama mereka.

Sepeninggal Del Bosque, Spanyol gagal meraih gelar di dua pentas mayor internasional terakhir. Di Piala Dunia 2018, mereka hanya sampai babak 16 besar, kalah oleh tuan rumah Rusia. Mereka sempat sampai semifinal Euro 2020 setelah akhirnya takluk oleh Italia melalui adu penalti.

Di bawah asuhan Luis Enrique, yang ditunjuk pasca kegagalan 2018, Spanyol mengalami perombakan besar-besaran. Spanyol tampil positif di Euro 2020. Mereka mencapai semifinal dengan bakat muda seperti Pedri dan Ferran Torres dalam tim.

Di edisi Piala Dunia kali ini, dari 26 pemain yang ia angkut ke Qatar, hanya enam yang pernah tampil di event empat tahunan itu. Enam pemain timnas Spanyol yang merasakan atmosfer Piala Dunia sebelumnya adalah Sergio Busquets (2010, 2014, dan 2018), Cesar Azpilicueta (2014 dan 2018), Jordi Alba (2014 dan 2018), Koke (2014 dan 2018), Dani Carvajal (2018), dan Marco Asensio (2018). Artinya, 20 pemain La Furia Roja baru berkesempatan melakoni debut di pentas akbar tersebut tahun ini.

Spanyol adalah lambang kesabaran dalam menyerang. Mereka hampir selalu membangun serangan dari belakang dan mengendalikan permainan dengan penguasaan bola. Segitiga lini tengah menjadi jantung bagi permainan Spanyol, dengan satu pemain, biasanya Sergio Busquets, menerima bola dari bek tengah.

Rasanya stereotipe untuk melabeli Spanyol sebagai tim dengan penguasaan bola dengan formasi andalan, 4-3-3. Tetapi, nyatanya, itu adalah landasan dari rencana Enrique. Berdasar data FBref, Spanyol tak pernah memiliki kendali atas bola di bawah 60 persen dalam pertandingan kompetitif sejak bermain imbang 1-1 di Jerman pada Maret 2020. Saat itu penguasaan bola La Furia Roja 59 persen. Pada Euro tahun lalu, mereka memiliki rata-rata penguasaan bola tertinggi di turnamen dengan 72,7 persen!


Luis Enrique, pelatih timnas Spanyol--
Luis Enrique--

Memang Enrique selalu menggunakan tiga orang di lini serang. Dengan striker murni Alvaro Morata sebagai pilihan utama di posisi nomor 9 itu. Pemain Atletico Madrid tersebut menjadi pemilik caps terbanyak kedua selama era Enrique, dengan 28 caps. Hanya kalah oleh Ferran Torres (30 caps) yang kerap berpartner dengannya di lini depan.

Aspek yang sering diabaikan dari permainan La Furia Roja adalah kualitas mereka pada transisi ke bertahan. Spanyol mengatur untuk memberi jarak sehingga bisa menekan ketika mereka kehilangan bola. Tim mereka pun memiliki rata-rata counter-pressures per pertandingan terbanyak kedua di Euro 2020.

Spanyol bukan tanpa kelemahan. Kelemahan utama mereka adalah produktivitas. Itu terdengar aneh bagi tim yang musim panas lalu menjadi tim pertama dalam sejarah Euro yang mencetak lima gol atau lebih dalam dua pertandingan berturut-turut saat mengalahkan Slovakia dan Kroasia.

Mereka belum memiliki bomber yang diandalkan untuk mencetak gol di semua pertandingan. Morata yang menjadi kontributor gol terbanyak dalam skuad pun masih konsisten dengan inkonsistensinya. La Furia Roja juga hanya menceploskan 15 gol dalam babak kualifikasi Piala Dunia. Spanyol bersama Swiss menjadi tim yang paling mandul jika dibandingkan dengan kontingen Eropa lain yang berlaga di Qatar.


PEDRI jadi salah satu andalan Spanyol. Ia bertugas mendistribusikan bola untuk lini depan sekaligus katalisator lini tengah Spanyol.--

Pemain Kunci

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: