Catatan Perjalanan ke Tiongkok saat Pandemi (9): Swab Greges

Catatan Perjalanan ke Tiongkok saat Pandemi (9):  Swab Greges

Penumpang kereta api mengantre untuk swab test di Stasiun Taizhou-Foto: Novi Basuki-Harian Disway-

Semuanya serba cepat dan praktis. Jarak Fuzhou-Taizhou yang seperti Jakarta-Semarang cuma ditempuh dalam waktu 2 jam dan 45 menit. Sungguh perjalanan yang menyenangkan tapi mendadak berubah menegangkan sejak kami turun dari kereta untuk keluar stasiun.

Kami mengira, karena sudah ada QR code kesehatan yang di dalamnya terdapat bukti bahwa 24 jam sebelumnya kami sudah swab dan hasilnya negatif, tidak akan ada lagi colok-colok tenggorokan. 

Ternyata kami salah. Sama dengan ketika kami turun dari pesawat kapan hari, seluruh penumpang kereta wajib menjalani swab sebelum dibolehkan keluar stasiun. Tidak bisa kabur, karena pos untuk swab berada tepat sebelum pintu exit.

QR code kesehatan di provinsi yang satu dengan provinsi yang lain pun rupanya berbeda. QR code kesehatan Fuzhou yang berada di Provinsi Fujian, tidak berlaku dipakai di Taizhou yang berada di Provinsi Zhejiang. Demikian pula sebaliknya. 

Ruwet. Kami harus mengisi lagi QR code kesehatan kami dari awal. Untung Mr Wang sabar. 

Yang lebih menakutkan, jika ditemukan ada satu penumpang yang positif, kemungkinan besar yang satu gerbong dengan yang bersangkutan akan dikarantina semua. 

Mr Wang bercerita. Siang sebelum kereta berangkat, ada satu penumpang feri di Pulau Hainan yang hasil swab-nya positif. Tanpa ampun, semua penumpang kapal itu langsung dikarantina.

Kami mengantre untuk swab dengan perasaan ngeri. 

Apalagi, saya melihat ada seorang ibu dengan putrinya yang tertunduk lesu. Saya tanya mereka kenapa ke petugas yang bersiaga. Ia menjawab, ibu dan putrinya itu berasal dari daerah yang baru saja di-lockdown. 

Padahal, ketika mereka berangkat, daerahnya masih belum di-lockdown. Lockdown baru dilakukan ketika mereka sudah di perjalanan. QR code kesehatan mereka langsung berubah warna dari hijau ke kuning. Dengan begitu, mereka tidak bisa masuk ke kota manapun. Juga tidak bisa kembali ke rumahnya. Alamat harus karantina.

“Kalau di Indonesia, mestinya bisa diatur itu. Apalagi anaknya cantik gitu,” celetuk Pak Rois. Kami tertawa, meski getir. Sementara Mr Wang, masih berada di pos swab untuk membantu administrasi kami.

Antrean makin terasa mencekam karena di dinding kanan-kiri jalan menuju tempat swab, ditempeli pengumuman berisi informasi orang-orang yang dijatuhi hukuman kurungan lantaran mengganggu kelancaran swab yang diwajibkan.


Pamflet di dinding lorong menuju tempat swab test yang berisi ancaman bagi yang melanggar aturan swab test. -Foto: Novi Basuki-Harian Disway-

Kami terus menyemangati satu sama lain. Mental dan fisik kami terbukti bisa melewati 10 hari karantina, masak akan keok karena perjalanan beberapa jam saja? 

Satu per satu dari kami maju untuk di-swab. Lolos. Sedangkan di lorong sebelah kami, tampak ibu dan putrinya yang kami lihat tadi sedang dibawa petugas ber-APD lengkap menuju pusat karantina. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: