King Pele

King Pele

-Ilustrasi: Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

Kalau Messi dinobatkan sebagai GOAT karena satu kali mengangkat Piala Dunia, julukan the super-GOAT layak disematkan kepada Pele.

Pada akhir kariernya, Pele mencatat 1.279 gol dari 1.363 pertandingan dan tercatat sebagai rekor dunia oleh The Guiness Book of Records. Ada perdebatan mengenai rekor itu karena beberapa gol dari pertandingan persahabatan dimasukkan sebagai gol internasional.

Kehidupan Pele sangat berwarna-warni. Maradona yang sering diperbandingkan dengan Pele juga punya cerita hidup yang sama, terutama yang berkaitan dengan perempuan. Pele menikah tiga kali, yang terakhir ketika ia berusia 75 tahun dengan Marcia Aoki yang 30 tahun lebih muda. Pele punya tujuh anak dan semasa hidup dikaitkan skandal dengan banyak perempuan. Namun, Pele tidak pernah punya masalah dengan obat bius sebagaimana yang dialami Maradona. Tapi, dalam soal perempuan, Pele dan Maradona mungkin sama-sama punya catatan yang penuh warna.

Orang selalu memperdebatkan siapa yang paling hebat di antara Pele, Maradona, Johan Cruyff, George Best, Lionel Messi, dan Cristiano Ronaldo. Setiap zaman ada orangnya dan setiap orang ada zamannya. Pele menjadi orang pada zamannya. Pele manusia unik. Ia hanya hidup di dunia satu kali, tetapi memenangkan Piala Dunia tiga kali. Pele dan Maradona diperbandingkan, tetapi sekarang dua orang itu bermain bersama di surga. Begitu kata penggemarnya.

Orang-orang di Brasil memujanya sebagai dewa dan raja. Orang Brasil suka menyebutnya sebagai ”King Pele”. Di tengah masyarakat Brasil yang mayoritas Katolik, Pele dianggap punya kualitas ketuhanan. Ada dua dimensi Pele sebagai manusia dan sebagai pesepak bola. Pele ialah manusia biasa, tetapi ketika bermain bola, ia menjadi Tuhan.

Sebagaimana pesepak bola Amerika Latin pada umumnya, Pele lahir di favela, wilayah kumuh yang miskin, di Tres Coracoes. Sewaktu kecil, ia mengalami kesulitan untuk mengeja, seperti umumnya anak miskin yang kurang sekolah. Ia mulai main sepak bola di jalanan dengan telanjang kaki dan dengan bola dari kertas yang dibungkus plastik.

Pada usia 15 tahun ia ditemukan klub Santos, dan sejak itu klubnya langsung berani memproklamasikan bahwa Pele akan menjadi pesepak bola terhebat di dunia. Ramalan itu menjadi kenyataan. Pele menjadi pemain paling hebat di dunia dan menjadi atlet berbayar paling mahal ketika itu.

Timnas Brasil pada dekade itu penuh bertabur bintang. Djalma Santos, Didi, Mario Zagallo, Garrincha, Nilton Santos, dan Orlando. Tetapi, Pele adalah permata pada ujung mahkota Brasil. Pada final Piala Dunia 1958, ia mencetak dua gol untuk menumbangkan tuan rumah Swedia 2-5. Dan, sejak itu Pele tidak bisa lagi dihentikan.

Semua klub besar di seluruh dunia memburu tanda tangannya, Real Madrid, Inter Milan, Juventus, dan Manchester United. Pele bergeming. Ia tetap memilih Santos. Ia berkeliling dunia dengan klubnya untuk membuat pertandingan ekshibisi yang selalu menggemparkan. 

Pada akhir kariernya pada 1975, ia bermain untuk klub Amerika Cosmos bersama para bintang gaek seperti Franz Beckenbeauer, Johan Cruyff, dan George Best. Pele yang bersahabat dengan Muhammad Ali ingin agar sepak bola berkembang di Amerika Serikat (AS). 

Pada 1977 Pele mengumumkan pensiun dari sepak bola dengan pertandingan antara Santos vs Cosmos di AS. Hujan turun pada pertandingan selamat tinggal itu. Esok harinya headline surat kabar berbunyi Langit pun Menangis Melepas Pele.

Sekarang, ketika Pele harus berpulang, bukan hanya langit yang menangis, seluruh dunia pun ikut menangis. (*)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: