Surat Ijo di Tangan Presiden Jokowi

Surat Ijo di Tangan Presiden Jokowi

Salman Muhiddin- Wartawan Harian Disway-Gambar Reza-

PEJUANG SURAT IJO Surabaya harus mencatat tanggal ini: 5 Januari 2023. Untuk kali pertama, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) terjun langsung melihat salah satu konflik agraria terbesar di Indonesia itu.

Ada yang bilang konflik ini melibatkan 48 ribu persil rumah. Ada yang bilang 47 ribu. Terserah mau pilih yang mana. Dua-duanya angka yang fantastis. Kalau mau dicatat di museum rekor dunia, mungkin bisa tembus. Sebab, konflik tanah biasanya cuma melibatkan satu atau dua pihak.

Lawan pejuang surat ijo sangat kuat: Pemkot Surabaya. Pemkot mengklaim tanah yang ditempati warga adalah aset daerah. Tercatat di Simbada. Namanya mirip merk speaker harga meraykat: Simbadda.


Menteri ATR/BPN Hadi Tjahjanto (pakai batik) terjun ke Surabaya untuk melihat langsung konflik agraria yang dihadapi warga puluhan tahun, Kamis, 5 Januari 2023.-twitter @atr_bpn-

Anda sudah tahu: separo penghuni surat ijo memboikot pembayaran retribusi izin pemakaian tanah (IPT) sebagai bentuk perlawanan. Sisanya membayar karena terpaksa. Atau mungkin takut dengan surat ancaman atau tagihan yang dikirim rutin. Atau mungkin juga ada yang ikhlas membayar itu. Saya tidak tahu. Yang jelas angka yang boikot sangat besar.

Mereka yang melawan cuma mau bayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Itu menjadi simbol bahwa mereka adalah warga negara yang ikut berkontribusi ke keuangan daerah.

Dua jenis tagihan itu membuat konflik Surat ijo sangat unik. Cuma ada di Surabaya. Kalau diceritakan sejarahnya bakal sangat panjang. Silahkan baca Disway Series: Sejarah dan Konflik Surat Ijo yang hari ini masuk ke edisi ke-21. Dan masih terus berlanjut.

Tanah surat ijo tidak bisa disertifikatkan. Ketika pemkot membutuhkan tanah surat ijo untuk pelebaran jalan atau pembangunan, tanahnya tak akan diganti rugi. Pemkot mengklaim tanah itu milik mereka.

Maka warga yang tinggal di tanah surat ijo membuat gerakan perlawanan.


Pejuang KPSIS menuju Balai Kota Surabaya untuk menuntut penghapusan sistem retribusi izin pemakaian tanah (IPT) atau surat ijo.-Eko Suswantoro/Harian Disway-

Entah berapa kali mereka turun ke jalan hingga rapat di DPRD Surabaya, DPRD Jatim, DPR RI, Pemkot Surabaya, Pemprov Jatim, BPN Jatim, DPD RI, hingga menembus kantor staf Presiden: bertemu Moeldoko.

Entah berapa kali pula mereka menempuh jalur hukum. Dan Entah berapa uang urunan yang diambil dari jatah belanja setiap keluarga. 

Semua dilakukan demi satu tujuan: memerdekakan surat ijo. 

Konflik ini tak bisa dilepaskan dari peran Kementerian ATR/BPN. Warga mendapati tanah yang diklaim milik pemkot adalah tanah HPL (Hak Pengelolaan Lahan). Dikeluarkan BPN pada 1997. 

Warga menemukan kecurangan dalam penerbitan SK HPL tersebut. Di salah satu klausulnya disebutkan bahwa salah satu syarat penerbitan SK HPL 1997 itu adalah memastikan tidak ada warga yang tinggal di sana. 

Kalau sudah ditempati, pemkot harus menghilangkan persil itu dari peta HPL. Atau mengganti rugi tanah yang ditempati warga. Rupanya klausul ini tidak dilakukan.

Kalau BPN menarik tanah itu sebagai tanah negara, selesai sudah persoalan surat ijo yang berlandaskan HPL itu. 

Sikap Menteri ATR/BPN

Namun, Menteri ATR BPN Hadi Tjahjanto yang baru dilantik Agustus tahun lalu itu belum bisa membuat keputusan yang melegakan saat mengunjungi Surabaya hari ini, Kamis 5 Januari 2023.

Hadi memberikan tiga rekomendasi. Pertama, semua aset yang ditempati masyarakat dilepas, lalu diberikan kepada warga setempat untuk dibuat sertifikat hak milik (SHM).

Ini rekom paling diinginkan warga. Kalau tanah mereka bisa disertifikatkan, tuntas sudah konflik agraria itu. Mereka bisa melanjutkan hidup dengan tenang. Sertifikat tanah bisa “disekolahkan” untuk modal usaha. Jadi penjamin di Bank. Berapa uang yang akan berputar. Ekonomi tumbuh.

Rekomendasi kedua sudah pernah didengar warga: Semua bangunan milik warga itu dibuatkan sertifikat hak guna bangunan (HGB) di atas hak pengelolaan. Pemkot pilih opsi ini.

Rekomendasi ketiga, masyarakat yang berkonflik dengan BUMN atau Pemkot Surabaya direlokasi ke rumah susun atau flat. Opsi ini tentu bakal sulit diterima. Urusan rusun sudah sangat rumit. Antreannya belasan ribu keluarga. Tak mungkin dibebani lagi dengan masalah surat ijo. Mengatasi masalah dengan masalah.

Namun Kementerian ATR/BPN membuat narasi optimis di medsos mereka usai kunjungan kerja sang menteri ke Surabaya: 

Di twitter mereka menulis begini: “Gerak Cepat Kementerian ATR/BPN Tindak Lanjuti Masalah Pertanahan Puluhan Tahun di Surabaya,”


Cuitan Kementarian ATR/BPN usai kunjungaun Hadi Tjahjanto di Surabaya, 5 Januari 2023.-twitter-

Ada foto Menteri ATR/BPN yang menemui warga di postingan itu. 

Ada juga link pers rilis. Berikut penggalannya: 

"Kita akan mencari solusi yang terbaik, yang solutif sehingga masyarakat bisa memiliki kepastian hukum," kata Menteri ATR/Kepala BPN usai meninjau lokasi padat penduduk di Kelurahan Sawunggaling.

Dalam penyelesaian masalah tanah seperti di Surabaya ini, tentu tidak bisa ditindaklanjuti hanya dengan kerja Kementerian ATR/BPN saja. Maka dari itu, Hadi Tjahjanto berharap kepada pihak BUMN untuk membantu memberikan solusi terbaik untuk masyarakat. "Tentunya kita juga akan tawarkan solusi-solusi penyelesaian apa saja," ujarnya.

"Kalau kita melihat secara fisik semua sudah berpenduduk, sudah padat dengan gang yang sempit semua, dan rata-rata masyarakat juga saya lihat ada yang punya hanya 20 meter," tambah Hadi Tjahjanto.

Dengan meninjau langsung ke lapangan, Menteri ATR/Kepala BPN mengaku dapat memudahkan pihaknya dalam hal memperoleh informasi. Dengan informasi yang didapat langsung di lapangan, Ia pun dapat segera menindaklanjuti penyelesaian konflik tersebut dan berharap permasalahan yang dihadapi masyarakat Surabaya dapat segera selesai.

"Mudah-mudahan bisa segera selesai, ini perlu waktu, yang penting menteri sudah tahu permasalahan di sini sehingga saya bisa laporkan kondisinya ke Pak Presiden," pungkasnya. 

Di kalimat terakhir itu saya mengambil kesimpulan: surat ijo tak mungkin bisa diselesaikan DPRD, DPR RI, DPD RI, wali kota, gubernur atau bahkan Menteri ATR/BPN. Sudah sering mereka mencarikan solusi tanpa penyelesaian.

Presiden Jokowi harus turun tangan. (*)

 

Tambahan: Saya tidak punya tanah surat ijo atau keluarga yang punya aset itu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: