”Jokowi, Kasihan Dah...”

”Jokowi, Kasihan Dah...”

-Ilustrasi: Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

KETUA Umum PDIP Megawati Soekarnoputri menjadi sasaran kritik karena dianggap merendahkan Presiden Joko Widodo di depan kader-kader PDIP pada acara ulang tahun ke-50 PDIP, 10 Januari 2023. 

Mega dinilai merendahkan Jokowi karena ungkapan ”kasihan dah”. Pernyataan Mega tidak lengkap dan terputus-putus. Dia kemudian melanjutkan dengan ungkapan ”legal formal”. Yang dimaksud Mega adalah tanpa dukungan legal formal dari PDIP, Jokowi tidak akan menjadi presiden dua periode seperti sekarang. 

Kalau ungkapan Mega ditarik jauh ke belakang, bisa diartikan bahwa tanpa PDIP, Jokowi tidak akan bisa menjadi wali kota Solo dua periode. Tanpa PDIP, Jokowi tidak bakal bisa menjadi gubernur DKI. Tanpa PDIP, Jokowi tidak bakal menjadi presiden. 

Ringkasnya, tanpa PDIP, Jokowi tetap akan menjadi tukang mebel. Mungkin itu yang dimaksud Mega dengan ungkapan ”kasihan dah”. 

Banyak kalangan yang menyayangkan ungkapan Mega itu kepada Jokowi dan menganggapnya sebagai upaya mendegradasi wibawa Jokowi sebagai presiden. 

Banyak warganet yang mengkritik Mega dengan ungkapan itu. Relawan Jokowi juga mengecam pernyataan tersebut dan menganggapnya tidak pantas diucapkan seorang ketua umum parpol terbesar di Indonesia. 

Ini bukan kali pertama Mega dianggap merendahkan wibawa Jokowi. Beberapa waktu lalu, dalam acara PDIP di Lenteng Agung, beredar foto Jokowi menghadap Mega di sebuah ruangan. Mega duduk di kursi besar dengan sebuah meja di depannya. Di seberangnya terlihat Jokowi duduk di kursi menghadap Mega. Posisi Jokowi terlihat seperti bawahan yang sedang menghadap atasan. 

Momen itu menjadi makin dramatis karena diabadikan Puan Maharani melalui aksi swafoto. Puan berswafoto dan mengambil video dengan latar belakang Jokowi yang sedang menghadap sang ibunda. Puan malah sempat meminta Jokowi untuk melambaikan tangan. 

Momen itu menegaskan bahwa Jokowi sedang menghadap ketua partai yang mempunyai otoritas mutlak atas nasib politiknya. Mega memainkan jurus semiotika politik yang tajam dan ingin menunjukkan kepada publik ”who is the boss”, siapa yang sebenarnya menjadi bos. 

Sejak awal Megawati menempatkan Jokowi sebagai subordinatnya. Ketika Mega mengumumkan kandidasi Jokowi sebagai calon presiden pada Pilpres 2014, Mega menyebut Jokowi sebagai petugas partai. 

Bahkan, ketika itu Mega menyebut Jokowi sebagai ”si kerempeng”, merujuk pada badan Jokowi yang kurus. Sejak itu istilah petugas partai menjadi kosakata yang sering disebut dalam berbagai perbincangan politik. 

Istilah petugas partai tidak hanya melekat pada Jokowi, tetapi juga kepada siapa pun kader PDIP yang memegang jabatan publik. Ketika Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dianggap banyak bermanuver untuk memupuk popularitas menjelang pilpres 2024, ia juga diingatkan akan posisinya sebagai petugas partai. 

Ganjar juga menjadi korban aksi pendegradasian oleh Megawati. Dalam acara ulang tahun itu, Mega sama sekali tidak menyebut nama Ganjar Pranowo atau memperkenalkannya. Mega malah memperkenalkan dan menyebut cucu-cucunya, anak Puan Maharani, yang didatangkan ke acara itu dan duduk di deretan kursi VVIP paling depan, sederet dengan kursi Jokowi dan Wapres Ma’ruf Amin. 

Ganjar tidak ada di deretan kursi VVIP. Ia berada pada deretan kursi undangan bersama kader PDIP lainnya. Ganjar terlihat terjepit berimpitan dengan undangan lainnya. Semiotika politik itu bisa diinterpretasikan bahwa di mata Megawati, Ganjar bukan siapa-siapa. Keberadaannya dianggap tidak ada. Karena itu, namanya sama sekali tidak di-mention

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: