Bergaji Kecil, Pelayan Warung Bunuh Majikan

Bergaji Kecil, Pelayan Warung Bunuh Majikan

-Ilustrasi: Annisa Salsabila - Harian Disway-

Alasan tersangka bisa dianggap tidak logis. Sebab, dengan gaji kecil, mereka kok mau kerja? Mengapa tidak mengundurkan diri?

Tapi, di kondisi kemiskinan rakyat kelas bawah, memang begitu. Masyarakat miskin kepepet, sulit dapat pekerjaan di kondisi krisis sekarang. Ada kerjaan begitu, gaji kecil. Mau ditinggal, butuh nafkah. Dijalani, tapi menggerutu terus. Maka, ketika ada letupan kecil dari majikan, kemarahan meledak. Membunuh.

Martin Daly dalam bukunya yang bertajuk Killing the Competition: Economic Inequality and Homicide (Juli 2016) menjelaskannya.

Ketimpangan penghasilan masyarakat di suatu negara adalah masalah ekonomi. Mestinya diselesaikan penyelenggara negara bidang ekonomi. Tapi, dampak ketimpangan melebar ke mana-mana. Jadi problem sosiologi. Merembet pula ke kriminologi. ”Paling bahaya, menimbulkan pembunuhan,” kata buku itu.

Ketidaksetaraan penghasilan atau kesenjangan antara masyarakat terkaya dan termiskin menimbulkan jurang. Kondisi begitu rawan kejahatan. Di antaranya, pembunuhan.

Daly adalah mantan guru besar kriminologi McMaster University, Ontario, Kanada. Ia melakukan riset korelasi antara kesenjangan dan tindak kriminal selama puluhan tahun.

Daly: ”Orang kaya seperti saya, jika seseorang menghina saya, misalnya, di bar, saya bisa memutar mata dan pergi. Tapi, jika Anda menganggur, atau setengah menganggur, dan satu-satunya sumber status dan harga diri Anda adalah posisi Anda di lingkungan bar itu, jika terjadi sedikit letupan, kemarahan bisa berapi-api.”

Sebab, sudah tersimpan cemburu sosial. Antara si kaya dan miskin. Tinggal tunggu pencetus.

Daly menyebutkan, teori itu diakui Bank Dunia. Yang mendata negara-negara dengan tingkat kesenjangan tinggi. Dalam ilmu ekonomi disebut The Gini Coefficient (Koefisiensi Gini/KG).

Daly: ”Bank Dunia menemukan bahwa negara dengan tingkat KG yang tinggi lebih banyak pembunuhan dibanding KG yang rendah.”

KG adalah statistik perbedaan pendapatan masyarakat dalam suatu negara, dicetuskan pakar statistik Italia, Corrado Gini, dalam bukunya yang bertajuk Variability and Mutability (1912). Dalam bahasa aslinya, bertajuk Variabilità e Mutabilità.

KG berskala 0 sampai 1. Tiap negara punya catatan KG. Makin rendah (0), berarti tidak ada ketimpangan pendapatan warga. Makin tinggi (1) semakin timpang. Berdasar Bank Dunia, negara dengan KG tertinggi sekarang Afrika Selatan dengan data KG 0,63.

Dikutip dari data Badan Pusat Statistik, 15 Juli 2022, KG Indonesia per akhir September 2021 ada dua: perdesaan 0,38 dan perkotaan 0,40. 

Artinya, masih lebih bagus Indonesia daripada negara dengan KG terburuk dunia, Afrika Selatan. Artinya, di Afsel mestinya lebih banyak pembunuhan daripada di sini.

Tapi, teori Daly tidak seimbang jika tidak dikomparasi dengan etos kerja suatu masyarakat. Sebab, etos kerja masyarakat membentuk negara jadi maju dan kesenjangan (KG) menyempit.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: