Pajak Tinggi, Tax Ratio Rendah

Pajak Tinggi, Tax Ratio Rendah

Ilustrasi pajak dan tax ratio-Ilustrasi: Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

KASUS kekayaan tak wajar pejabat eselon III Ditjen Pajak Rafael Alun Trisambodo terus melebar ke mana-mana. Pejabat di Ditjen Pajak yang harta dan transaksinya tak wajar ternyata sangat banyak. Ratusan. Nilai transaksi tak wajarnya pun mencapai Rp 300 triliun, seperti yang disebut Menko Polhukam Mahfud MD. 

Itu tentu membuat masyarakat sangat kecewa. Sebab, sebenarnya, kesadaran masyarakat membayar pajak sedang tinggi-tingginya. Lihat saja rasio kepatuhan penyampaian SPT. Dua tahun ini mencapai 83–84 persen. Jauh dibanding 2015–2020 yang ada di kisaran 60 hingga 70-an persen. 

Dari sisi jumlah wajib pajak (WP), juga menunjukkan peningkatan luar biasa. Tahun 2002, jumlah WP baru 2,59 juta dan tahun 2022 sudah mencapai 66,3 juta. Naik sangat signifikan jika dibandingkan dengan 2020 yang baru 49,8 juta WP. 

Menurut Laporan Tahunan 2021 Ditjen Pajak, kenaikan jumlah terjadi pada semua jenis WP. Jumlah WP bertambah menjadi 3,9 juta wajib dari sebelumnya 3,6 juta. Sementara itu, jumlah WP orang pribadi naik menjadi 61,5 juta dari sebelumnya 45,4 juta dan WP bendahara naik menjadi 873 ribu dari sebelumnya hanya 742 ribu WP.

Sementara itu, rasio WP OP (orang pribadi) terhadap jumlah penduduk bekerja juga mengalami pertumbuhan dalam kurun waktu 20 tahun terakhir. Rasio WP OP terhadap penduduk bekerja meningkat dari 1,82 persen pada 2002, tumbuh hingga menjadi 34,66 persen pada 2021. Jumlah WP OP pun mengalami pertumbuhan yang pesat. Disumbang kebijakan sunset policy dan tarif pajak penghasilan (PPh) yang lebih tinggi untuk WP tanpa NPWP tahun 2008. Yang pertumbuhan jumlah WP-nya mencapai 180 persen.

Kesadaran masyarakat yang tinggi juga terlihat dari kinerja perpajakan –pajak, bea, dan cukai– tahun lalu boleh disebut luar biasa. Realisasi penerimaan mencapai Rp 2.034,5 triliun atau 114% dari target Perpres 98/2022 (Rp 1.784 triliun). Angka itu tumbuh 31,4% dari realisasi 2021 sebesar Rp 1.547,8 triliun.  Dari angka tersebut, penerimaan pajak berhasil mencapai Rp 1.717,8 triliun atau 115,6% berdasar target Perpres 98/2022. Itu tumbuh 34,3%. Jauh melewati pertumbuhan pajak tahun 2021 sebesar 19,3%. 

Hal itu membuktikan kinerja pajak sangat baik. Dua tahun berturut-turut melampaui target. Itu juga menjadikan pendapatan negara 2022 jauh di atas target realisasi. Pendapatan negara 2022 mencapai Rp 2.626,4 triliun. Itu mencapai 115,9% dari target berdasar Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2022. Yang jumlahnya Rp 2.266,2 triliun. 

Bukan hanya itu. Penerimaan kepabeanan dan cukai juga memperlihatkan kinerja yang luar biasa. Setelah targetnya direvisi ke atas melalui Perpres 98/2022, kinerja penerimaan kepabeanan dan cukai masih tetap melampaui target dengan mengumpulkan Rp 317,8 triliun atau 106,3% target, tumbuh 18%. Hal yang sama terjadi pada  penerimaan negara bukan pajak (PNBP).  Realisasi PNBP tahun 2022 mencapai Rp 588,3 triliun. Itu berarti 122,2% dari target Perpres 98/2022. Tumbuh 28,3% dari tahun lalu (Rp 458,5 triliun).

 

Tax Ratio Sangat Rendah

Tingginya perolehan pajak tahun 2022 sebenarnya belum menunjukkan kinerja Ditjen Pajak sangat baik. Lihat saja tax ratio pajak kita. Yang masih 10,4 persen. Jauh di bawah negara-negara di dunia. Termasuk negara ASEAN.

Negara-negara Eropa rata-rata memiliki tax ratio –rasio perolehan pajak dibanding PDB– sangat tinggi. Denmark, misalnya, memiliki tax ratio 56,1%. Disusul Prancis yang rasio pajak terhadap PDB mencapai 45,5%. 

Tax ratio yang tinggi itu juga tak lepas dari tarif pajak yang cukup tinggi. Di Finlandia, misalnya, pajak penghasilan (PPh) mencapai 57 persen. Disusul Denmark dan Jepang yang mencapai 56%. Austria, Belanda, dan Belgia pun memiliki tarif pajak penghasilan di atas 50%. Pajak penghasilan orang pribadi tertinggi di Indonesia hanya 35%, yaitu untuk penghasilan di atas Rp 5 miliar. Sementara itu, tarif PPh badan justru terus diturunkan hingga menjadi 20%.

Dengan tarif yang lebih rendah dari negara-negara Eropa, Indonesia seharusnya juga bisa meningkatkan perolehan pajak tanpa harus menaikkan tarif. Tax ratio yang rendah menandakan bahwa pemerintah masih bisa melakukan intensifikasi maupun ekstensifikasi pajak. Misalnya, melakukan pengawasan khusus kepada kepatuhan high income people dalam membayar dan melaporkan pajak. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: