Serial Geliat Masjid Perumahan (Seri 17): Masjid Al Falah, Surabaya; Dikonsep Minimalis, Fokus Perluas Majelis
Bangunan Masjid Al Falah yang tak identik seperti arsitektur masjid umumnya itu lebih terlihat seperti gedung perkantoran. Dibuat penuh dengan kaca yang luas. Tanpa tembok. Ruang peribadatan justru berada di lantai dua.-Andika Bagus Priambodo-Harian Disway
SURABAYA, HARIAN DISWAY - Tempat boleh kecil. Tetapi semangat harus tetap melangit. Begitu kiranya yang terkesan dari Masjid Al Falah, Perumahan Medayu Sentosa, Surabaya. Masjid mungil ini justru memberi jangkauan manfaat yang luas melalui berbagai programnya.
Dari jarak sekitar 500 meter, menara Masjid Al Falah baru terlihat. Menjulang di pinggir jalan. Lokasi masjid itu pun cukup unik. Bangunan pertama sisi kanan di jalan pintu masuk Perumahan Medayu Sentosa.
Di bagian depan masjid ada sepetak bangunan pos satpam. Barangkali bagi siapa saja yang kali pertama ke sana akan kecele. Sebab arsitektur masjid itu lebih serupa gedung perkantoran.
Lihat saja penampakan dari depan. Penuh dengan kaca yang luas. Tanpa tembok. Lebih unik lagi, ruang peribadatan justru berada di lantai dua.
Harian Disway mengunjungi masjid yang didirikan di lahan seluas 15x15 meter itu pada Minggu siang, 2 April 2023. Tepat saat salat Duhur baru saja dituntaskan.
Kami menaiki anak tangga yang tak terlalu banyak. Di sana disambut Agus Budi Hartono, Sekretaris Takmir Masjid Al Falah. ”Konsepnya beda, lantai pertama justru sengaja untuk fasilitas umum,” katanya lantas menyunggingkan senyum.
Jumlah kapasitasnya cuma 150 orang. Namun, bertambah saat salat Jumat. Dua lantai akan difungsikan penuh. Jadi bisa menampung sekitar 300 orang.
Lantai dua masjid yang berkapasitas 150 orang saja. Namun, Jemaah yang ditampung akan bertambah saat salat Jumat dengan memfungsikan kedua lantai sehingga bisa menampung sekitar 300 orang. -Andika Bagus Priambodo-Harian Disway
Sebab itulah arsitektur masjid menggunakan semacam konsep ilusi. Dindingnya penuh kaca supaya terasa lebih luas. Sebaliknya jika ditembok maka bakal terasa sempit.
Bagian dalam masjid yang didominasi warna putih. Arsitekturnya menggunakan semacam konsep ilusi yakni dindingnya penuh kaca supaya terasa lebih luas.-Andika Bagus Priambodo-Harian Disway
Masjid Al Falah ini mulai dibangun pada 2015. Prosesnya tak memakan waktu lama. Hanya setahun masjid sudah bisa digunakan. ”Orientasi pembangunannya fungsional,” terang alumnus ITATS 97 Jurusan Teknik Sipil itu.
Berdirinya pun bukan sumbangan dari pengembang perumahan. Melainkan hasil swadaya masyarakat. Panitia pembangunan dibagi dua seksi. Yaitu seksi penggalangan dana dan teknis pembangunan. Agus kebagian merancang bangunan masjid.
Tentu bukan menjadi bidang yang asing baginya. Apalagi pekerjaan Agus sehari-hari memang berkutat dengan pembangunan gedung-gedung. Masjid Al Falah di lahan yang sempit itu bisa dibuat terasa lebar berkat garapannya.
Aguslah yang merancang bagian dalam masjid dengan konsep semi akustik. Itu memungkinkan suara imam bakal terdengar kencang meski tanpa pelantang. Bahkan ketika semua pintu tertutup. ”Suaranya akan terdengar jauh sampai ke belakang,” tandas Agus.
Konsep yang minimalis itu menginspirasi banyak pihak. Terutama para aktivis organisasi Islam. Mereka tertarik membangun masjid serupa. Memanfaatkan lahan yang tak terlalu luas tetapi bisa menampung banyak orang. Bangunannya kokoh disangga dengan delapan tiang baja berkualitas.
Secara teknis, kata Agus, proses pembangunan masjid tidak ada kerumitan. Semua pekerjaannya lancar. Semua warga pun ikut lega. Meski bangunannya mungil, fungsi masjid begitu luas.
Takmir sepakat bahwa masjid bisa digunakan untuk semua kalangan muslim. Tidak peduli warna bendera organisasi jemaah. Hal itu pun terbukti. Mereka sangat aktif mengadakan berbagai program. Mulai dari kajian kitab-kitab hingga pelatihan bahasa Arab.
Bahkan peserta pelatihan itu tak hanya berasal dari dalam kota. Tetapi mampu menyerap para jemaah dari luar kota hingga provinsi. Jadwal pelatihannya rutin setiap Senin dan Rabu. ”Karena kita masjid kecil, jadi fokus pada program-program kajian. Konsep kami memang seperti itu sejak awal,” jelas Agus.
Semua program itu diminati banyak anak muda. Setiap kelas diisi tak kurang dari 40 orang. Apalagi saat digelar secara online. Bisa menjadi magnet para muslim muda dari seluruh penjuru Indonesia. Tentu para takmir terkadang kewalahan.
Pada akhirnya masjid berfungsi sebagaimana yang dicitakan sejak awal. Nyaman untuk ritual peribadatan. Sekaligus bisa menebar seluas-luasnya kebermanfaatan. ”Problemnya saat ini kekurangan SDM di perumahan. Akhirnya dibantu oleh teman-teman lain dari luar,” imbuh Agus. (Mohamad Nur Khotib)
INDEKS: Masjid Baitullah, Perumahan Grand Surya, Sidoarjo BACA BESOK
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: