Mudik

Mudik

Ilustrasi mudik. -Ilustrasi: Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

Satu hal lagi yang tidak boleh dilupakan, tradisi mudik juga merupakan sarana untuk mengikat keindonesiaan kita. Indonesia terdiri atas ribuan kawasan geografis. Mulai pulau-pulau, perkotaan, perdesaan, lembah sungai, hingga tepi-tepi pantai yang hampir semuanya dihuni manusia. Pergerakan manusia telah memungkinkan terjadinya pertukaran manusia, juga antar kawasan geografis. Mereka menjadi saling mengenal satu dengan yang lainnya serta saling memahami berbagai kekayaan tradisi dan alam yang mereka datangi. 

Pada masa lalu di Indonesia pernah terjadi kerenggangan yang saling terpisah. Bangsa Indonesia memiliki pengalaman pahit terkait dengan keberagaman yang dimilikinya. Pada 1950-an kita pernah menghadapi tuntutan dari mereka yang ada di Sumatera dan Sulawesi untuk lebih diperhatikan melalui sebuah pemberontakan yang bernama PRRI Permesta. Beberapa tokoh militer daerah terlibat dalam gerakan tersebut. 

Pada periode yang sama juga ada tuntutan yang dilakukan sebuah gerakan yang namanya DII/TII. Dan yang tidak kalah mengkhawatirkan adalah bergejolaknya Aceh dan Papua yang terjadi selama berpuluh-puluh tahun. Kejadian-kejadian semacam itu tentu saja sangat mengkhawatirkan lantaran kondisi geografis Indonesia yang terpisah-pisah karena merupakan negara kepulauan, berpotensi untuk memunculkan terjadinya perpecahan.

Namun, kekhawatiran bahwa Indonesia akan tercerai-berai bisa diatasi dengan berbagai cara. Salah satunya mudik. Mudik telah mengingatkan kepada seluruh masyarakat Indonesia bahwa setiap jengkal tanah air kita memiliki hak untuk diinjak siapa pun dan dari mana pun. 

Setiap orang yang bermukim di daerah tertentu, sekalipun ia tidak dilahirkan di daerah itu, berhak untuk mencari penghidupan dengan layak. Hasil kerja keras yang dihasilkan di daerah tempat ia tinggal berhak pula disalurkan ke tempat asal untuk memakmurkan tempat kelahirannya. Mudik telah menjadi sarana untuk berbagi keuntungan ekonomi kepada daerah-daerah yang masih kurang beruntung. 

Mudik adalah waktu terbaik untuk kita saling mengingatkan bahwa bangsa dibangun oleh entitas yang sangat beragam yang disatukan cinta tanah yang membentuk keindonesiaan. Pertemuan kembali kita dengan apa pun yang ada di kampung halaman walau hanya setahun sekali juga telah menjadi pengingat, bahwa sejatinya keindonesiaan kita berasal dari masa lampau yang disatukan semangat kebersamaan untuk memakmurkan negeri ini. 

Alhasil, mudik telah menjadi sarana untuk merajut berbagai perbedaan menjadi satu kesatuan yang kokoh yang akan saling mewarnai. Mudik telah menjadi pengingat bagi kita bahwa hanya dengan gotong royong dan saling membantu, kemakmuran bersama di negeri ini bisa kita raih. 

Insya Allah keindonesiaan kita akan makin kokoh dan tumbuh subur karena dipupuk dan diairi tradisi mudik. Selamat Hari Raya Idulfitri 1444 H, mohon maaf lahir dan batin. (*)

 


Purnawan Basundoro--

Purnawan Basundoro, 

Dekan Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Airlangga dan Guru Besar Ilmu Sejarah

 

 

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: