Surabaya Harus Perbanyak Rumah Pompa

Surabaya Harus Perbanyak Rumah Pompa

Pintu air Jagir, salah satu fasilitas pengendalian banjir dan aliran sungai di Surabaya.-Julian Romadhon-Harian Disway-

SURABAYA, HARIAN DISWAY – Warga Surabaya harus waspada ada banjir lagi. Sebab, prediksi BMKG menyebut cuaca ekstrem masih berlanjut hingga pekan awal Mei di wilayah Jawa Timur. Curah hujan dengan intensitas tinggi pun masih terus berlangsung.

 

Suhu muka laut masih terus menghangat di sekitar wilayah perairan. Ini mengindikasikan suplai uap air masih sangat tinggi. Begitu juga potensi pertumbuhan awan hujan (Cumulonimbus).

 

Kepala Stasiun Meteorologi BMKG Juanda mengatakan, peralihan musim yang disertai potensi cuaca ekstrem itu memang dimulai sejak pekan kedua April 2023. Didukung oleh munculnya gelombang Atmosfer Rossby dan Kelvin. Sehingga mengakibatkan intensitas hujan sedang hingga lebat disertai petir dan angin kencang sesaat.

 

"Berapa wilayah Jatim diimbau mewaspadai terjadinya bencana hidrometeorologi," katanya dalam keterangan tulis, Minggu, 30 April 2023. Tidak hanya Kota Surabaya, tetapi juga daerah lain. Seperti Sidoarjo, Gresik, Mojokerto, Pasuruan, dan Probolinggo.

 

Intensitas curah hujan yang tinggi akibat cuaca ekstrem itulah yang tak sanggup ditampung oleh saluran sungai. Akhirnya, banjir dengan ketinggian 30-60 centimeter di rias Jalan Mayjen Sungkono tak terhindarkan. "Karena desain saluran yang kita miliki itu sudah gak ngatasi lagi," kata Pakar Geologi Institute Teknologi Sepuluh Nopember Prof Amien Widodo.

 

Rata-rata curah hujan normal itu sekitar 85 milimeter. Sedangkan saluran sungai dan daya tampung yang dimiliki maksimal hanya untuk hujan 100 milimeter. Begitu cuaca ekstrem, curah hujan bisa melebihi 150 milimeter. Maka air akan meluber ke mana-mana.

 

Apalagi, kata Amien, hampir 80 persen jenis tanah di Surabaya ini adalah lempung. Daya serapnya terhadap air pun tak sampai 10 persen. "Hampir seluruh wilayah. Termasuk paling parah di Surabaya Barat, kawasan Mayjen Sungkono itu," terangnya.

 

Faktor lainnya adalah terjadi penurunan muka tanah yang signifikan di hampir semua wilayah Kota Pahlawan. Yang paling signifikan di wilayah pesisir. Bisa mencapai 40 milimeter setiap tahun. Ini karena makin banyaknya pembangunan gedung-gedung.

 

Dampak penurunan muka tanah itu sangat terasa apabila air laut sedang pasang. Banjir rob akan mudah terjadi. Bahkan makin parah dari tahun ke tahun.

 

Tentu, banjir memang menjadi persoalan klasik di kota-kota besar. Namun, risikonya bisa dikurangi. Amien menyarankan harus segera diadakan rekayasa saluran. 

 

Misalnya dengan memperbanyak rumah pompa dan tanggul. Jika tidak, maka ia memprediksi banjir serupa akan terus berulang. Berdasar data Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga, Surabaya hanya punya 59 rumah pompa dan 111 genset. Dengan kapasitas terbesar cuma 5 meter kubik per detik.

 

Itu pun sering tidak berjalan optimal. Hanya 70 persen dari kemampuan. Setara 3,5 meter kubik. Seharusnya bisa 100 persen dalam cuaca ekstrem seperti ini. "Jadi kontrolnya juga harus maksimal. Buat apa banyak kalau tidak ada yang ngontrol," tandas Amien.

 

Selain itu, pemeliharaan saluran sungai juga tak kalah penting. Masyarakat harus sadar tidak membuang sampah sembarangan. "Atau kalau tidak, ya desain ulang seluruh saluran. Bikin terowongan khusus untuk aliran air. Tapi itu kan biayanya mahal," jelasnya. (Mohamad Nur Khotib)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: