Akuntansi Tradisional vs Strategik

Akuntansi Tradisional vs Strategik

-Ilustrasi: Annisa Salsabila - Harian Disway-

Akuntansi Tradisional dan Remote Control Management

Pada era Revolusi Industri tahun 1920-an, kekayaan perusahaan didominasi aset fisik dan keuangan. Keberhasilan sebuah perusahaan atau seorang manajer dinilai dengan ukuran-ukuran keuangan

Pada masa itulah, beragam ukuran keuangan telah dikembangkan. Ada analisis Dupont, return on investment (ROI), return on equity (ROE), return on asset (ROE), dan lainnya. Anggaran menjadi alat utama perencanaan dan pengendalian kinerja perusahaan. 

Pada periode tersebut, timbul budaya pengelolaan perusahaan secara jarak jauh melalui anggaran yang dikenal dengan fenomena remote control management. Budaya itu dilakukan secara masif, bahkan sampai sekarang. 

Di Indonesia, kita mengenal istilah anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD), rencana kegiatan anggaran perusahaan (RKAP), dan nama-nama anggaran lainnya di berbagai organisasi. Bidang ilmu akuntansi keuangan merajai pelaporan perusahaan yang dikenal dengan fenomena ”mentalitas akuntansi keuangan”. 

Pada era di mana kekayaan perusahaan didominasi aset-aset fisik dan keuangan, pengelolaan organisasi menggunakan ukuran-ukuran keuangan sudah memadai. Hal tersebut telah dibuktikan dengan lahirnya dan suksesnya perusahaan-perusahaan di Amerika dan Eropa sehingga produk-produk mereka merajai dunia.

Sayang, kedigdayaan perusahaan-perusahaan itu mulai memudar pada 1980-an, seiring datangnya gelombang baru pada lingkungan bisnis bernama persaingan global dan teknologi manufaktur maju. 

Dampak buruk remote control management yang terlalu berfokus pada ukuran-ukuran keuangan meliputi: (1) Meningkatnya perilaku menyimpang para manajer dalam bentuk: (a) gaming (memainkan target anggaran), focusing (hanya berfokus pada apa yang menjadi targetnya), invalid reporting (memalsukan laporan keuangan), dan smoothing (merekayasa angka-angka kinerja keuangan agar tidak tampak naik-turun). 

(2) Memicu perilaku manajer berpikir jangka pendek (periode anggaran setahun); (3) Menurunkan keunggulan bersaing organisasi akibat para manajer enggan berinvestasi. Dampak investasi masih jangka panjang, sementara kinerja mereka diukur secara tahunan; (4) Para manajer lebih berfokus pada indikator hasil (output atau keuangan), tetapi mengabaikan indikator proses-proses penciptaan nilai.

Dinamika perubahan lingkungan bisnis itu telah mengubah lanskap bisnis yang tadinya bertumpu pada aset fisik dan keuangan berganti pada aset tak berwujud. Perubahan drastis tersebut tentu saja memerlukan strategi bisnis baru yang lebih mengutamakan aset-aset berbasis pengetahuan (knowledge-based assets). 

Hal itulah yang memicu masalah bahwa akuntansi tradisional yang berfokus pada aspek keuangan saja tidak lagi mampu memberikan informasi yang relevan kepada manajemen untuk perencanaan, pengandalian, dan pengambilan keputusan strategis. 

Mentalitas akuntansi keuangan dengan dominasi penggunaan ukuran keuangan dan anggaran sebagai sarana perencanaan dan pengendalian perusahaan pada akhirnya merugikan perusahaan sendiri. Perusahaan-perusahaan perlu meningkatkan peran akuntansi strategik. Yaitu, akuntansi yang berorientasi masa depan dan berorientasi pada strategi perusahaan.

 

Akuntansi Strategik dan Lingkungan Bisnis Kontemporer 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: