Gua Gajah, Wisata Arkeologis Zaman Bedahulu: Muncul dari Lwa Gajah (1)

Gua Gajah, Wisata Arkeologis Zaman Bedahulu: Muncul dari Lwa Gajah (1)

Suasana kompleks Gua Gajah di Gianyar, Bali, dari ketinggian. Tampak pemandian dan sebuah balai berukuran besar. -Julian Romadhon-


HARIAN DISWAY - Selain tinggalan arkeologis yang menawan, destinasi wisata Gua Gajah memiliki pemandangan alam yang menarik. Bangunan kuno serta aliran sungai dan tebing-tebing hijau.

Pelabuhan Ketapang, kami sampai di tempat penyeberangan pukul 23.30. Saya dan fotografer Harian Disway Julian Romadhon ditemani oleh dua staf Alit Indonesia. Lembaga yang bergerak di bidang anak dan pemberdayaan masyarakat. Kebetulan ada beberapa agenda Alit di Bali. Kami turut serta sekaligus ingin mendalami lebih jauh berbagai keunikan Pulau Dewata.

Gelombang tinggi mewarnai perjalanan kami dari Pelabuhan Ketapang ke Pelabuhan Gilimanuk. Sekitar satu jam perjalanan. Kami sampai pukul 01.45. Pulau Bali, jalanan lengang dini hari. Hanya ada beberapa toko atau kedai yang buka. Rute awal kami menuju kantor Alit Indonesia di Gianyar.

Perjalanan sepagi itu sebenarnya kami lalui sekitar 3 jam. Melewati areal persawahan dengan kondisi jalan naik-turun. Berhenti beberapa kali di minimarket untuk membeli cemilan, lalu terjebak macet di sebuah pasar di daerah Blahbatuh. Pasar yang khusus menyediakan peranti sesaji, seperti canang dan banten.

Hingga kami sampai di kantor Alit Indonesia pukul 5 pagi. Yuliati Umrah, founder sekaligus owner Alit menyambut kami. Tanpa babibu, karena lelah, kami langsung tertidur pulas.

Esok paginya, beberapa member Alit asal Bali tiba di kantor. Dua dari mereka akan mendampingi kami untuk mengunjungi Gua Gajah, yang terletak di Bedulu, masih masuk Kecamatan Gianyar. Putu Marsellia Putri dan Dewa Ayu Dyah Laksmi. Sebagai putri asli Bali, mereka sedikit banyak paham seluk-beluk Gua Gajah.
Tumpukan batuan kuno yang berumur ribuan tahun. Kompleks Gua Gajah dibangun oleh Kerajaan Bedahulu.-Julian Romadhon-

Perjalanan dari Kantor Alit ke Gua Gajah hanya memakan waktu sekitar 15 menit. Siang pukul 12, telah tampak kepadatan di jalan utama di Kecamatan Gianyar. Beberapa wisatawan asing terlihat berseliweran di sepanjang trotoar hingga ke lokasi wisata.

Lokasi parkir cukup luas. Di sebelah selatan, berjajar toko cenderamata dan kedai makanan. Oh ya, jika menuju Gua Gajah, jangan lupa membawa air minum. Sebab perjalanannya lumayan panjang. Harus turun ke bawah, menuruni ratusan anak tangga. Tentu yang paling melelahkan adalah perjalanan naik kembali ke parkiran.

Sebelum memasuki halaman bagian dalam, di luar, terdapat patung gajah cukup besar. Dinding bertuliskan Gua Gajah terpampang. Kanan-kirinya ada kedai cenderamata. Industri kecil yang sempat terpuruk karena pandemi itu kini bangkit kembali. 

Di loket, terdapat papan ketentuan untuk masuk ke destinasi wisata Gua Gajah. Yakni tidak diperkenankan mengenakan pakaian terbuka. Seperti tank top atau celana pendek untuk perempuan. Para pengunjung wajib mengenakan ikat pinggang khas yang kerap digunakan umat Hindu Bali saat masuk ke bangunan suci. Ikat pinggang itu dibagikan di stan sebelum menuruni tangga.
Proses menuruni tangga untuk sampai di kompleks Gua Gajah. Destinasi wisata itu ada di areal perbukitan. -Julian Romadhon-

Dari atas, terlihat pemandangan perbukitan hijau, serta atap-atap bangunan ibadah serta balai pertemuan. Terdapat kolam yang dulu digunakan sebagai pemandian untuk para bangsawan. Sekilas mirip dengan petirtaan Belahan di kawasan Trawas, Mojokerto. "Kompleks bangunan ini dibuat oleh Kerajaan Bedahulu. Nama Gua Gajah mungkin karena adanya patung Ganesha di dalam ceruk gua," terang Putu. 

Jika menilik dari kitab Nagarakretagama, Bedahulu pernah ditulis sebagai Badahulu. Nama itu serta beberapa nama lainnya tercantum sebagai beberapa daerah atau beberapa kerajaan di timur Jawa yang mengakui kekuasaan Majapahit.

Ada air sungai mengalir dari dalam kompleks menuju ke tepi sisi barat Gua Gajah. Dalam Nagarakretagama, dijelaskan pula bahwa di dekat Badahulu terdapat sungai kecil yang mengalir yakni Lwa Gajah atau Sungai Gajah. Kemungkinan itulah sungai yang sekarang dikenal sebagai Sungai Petanu. Ada kemungkinan kata gajah muncul dari sebutan itu.

Kerajaan Bedahulu dan Gua Gajah cukup berhubungan dengan Jawa pada masa lalu. Bahkan sebelum Majapahit. Sebab Maharaja Airlangga, raja Kerajaan Kahuripan, adalah keturunan dari Kerajaan Bedahulu di Bali. Gua Gajah itu telah ada sejak pemerintahan Anak Wungsu, adik dari Raja Airlangga.
Suasana kolam pemandian di areal Gua Gajah. Terdapat enam patung perempuan memegang wadah yang menumpahkan air, mengisi kolam di bagian bawah. -Julian Romadhon-

Sampai ke tangga paling bawah, kami melihat tumpukan batuan di sisi barat. Beberapa wisatawan asing berfoto di reruntuhan batuan itu. Tampaknya bekas bangunan suci pada masa lalu. Sedangkan di depannya, di sebelah timur, terdapat kolam pemandian. Enam patung perempuan digambarkan membawa gentong kecil yang mengeluarkan air.

Sisi pemandian itu adalah batuan yang masih menampakkan sisi ornamentiknya. Usianya tentu sudah ratusan tahun. Siapa pun boleh mandi di sana. Tapi siang itu, airnya dangkal dan berlumut. Tentu kurang cocok untuk berendam. (Heti Palestina Y-Guruh Dimas Nugraha)

Indeks: Arca Ganesha di ceruk gua, baca besok...

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: