Sevilla Tembus Langit Ketujuh!

Sevilla Tembus Langit Ketujuh!

SEVILLA layak mendapatkan sematan sebagai raja Liga Europa. Untuk kali ketujuh, klub Spanyol yang pada musim ini tertatih-tatih di La Liga itu kembali naik panggung juara. Sevilla seperti menunjukkan kepada semua pemerhati sepak bola dunia bahwa mereka ad--

SEVILLA benar-benar jadi raja Eropa untuk urusan trofi Liga Europa yang dulu disebut Piala UEFA. Marca bahkan menyebut SEVILLA menembus langit ketujuh. Bayangkan, hanya dalam rentang waktu 17 tahun, SEVILLA berhasil merebut trofi antarklub nomor dua di Benua Biru itu tujuh kali. 

Di pengujung malam yang panjang di Budapest, Hungaria, Sevilla melewatkan dinginnya malam ibu kota Hungaria lewat drama adu penalti 4-1 (1-1). 

Laga itu layak disebut sebagai partai pemungkas. Butuh waktu 130 menit, 8 penalti, dan selusin kartu kuning untuk merengkuh trofi kelas II itu. Belum lagi rengekan dan perang kata-kata yang tak terhitung jumlahnya di antara kedua bangku cadangan. Namun, akhirnya Sevilla melakukan seperti yang selalu mereka lakukan dalam rentang waktu 17 tahun terakhir. Mereka menang di Liga Europa. Istimewanya, Sevilla memberikan kekalahan tahap pemungkas itu kepada Jose Mourinho.

Menariknya, Gonzalo Montiel menjadi sosok penentu yang mencetak penalti kemenangan. Sudah dua kali ini Montiel menjadi penentu kemenangan tim. Kali pertama ia melakukan untuk tim nasional Argentina ketika berhadapan dengan Prancis di final Piala Dunia 2022 Qatar. 

Kali ini Montiel memerlukan dua gigitan di ceri. Penalti pertamanya diselamatkan, tetapi penjaga gawang Rui Patricio dihukum karena melanggar batas gawang yang sudah ditentukan. Montiel mendapat keuntungan untuk menutup perubahan haluan yang luar biasa bagi Sevilla, yang tertinggal pada malam itu dan sempat berjuang melawan degradasi sampai Jose Luis Mendilibar tiba pada Maret. Mendilibar sekarang telah mengamankan gelar Liga Europa ketujuh Sevilla. Ingat, belum ada klub lain yang memenangkannya lebih dari tiga kali di luar Sevilla.

Namun, ”pahlawan” sebenarnya malam itu adalah wasit Anthony Taylor. Ia entah bagaimana berhasil membuat pertandingan sepak bola tetap berjalan lancar di tengah semua histrionik dan rintihan.

Mourinho berada di episenter itu. Sayang, target Roma untuk kemenangan Eropa kedua berturut-turut –setelah kemenangan Liga Konferensi Eropa tahun lalu– berakhir dengan tragis. Roma patah hati karena kalah lewat adu penalti.

Roma sebetulnya sempat berada di jalur kemenangan setelah gol babak pertama Paulo Dybala. Namun, tidak ada yang naik ke Liga Europa seperti Sevilla dan tim Mendilibar mengirim pertandingan ke perpanjangan waktu berkat gol bunuh diri dari Gianluca Mancini. Hebatnya, itu adalah gol pertama tim Mourinho yang kebobolan di final antarklub Eropa sejak ia dikenal luas pada 2003.

Mancini membuat timnya menderita dobel-dobel. Sebab, saat gilirannya yang menendang penalti, ia gagal mengeksekusinya dengan baik. Begitu pula dengan Roger Ibanez. Sebelum Montiel akhirnya mengakhiri drama tersebut.

”Apa yang saya katakan adalah kami pergi dari sini dengan piala atau kami mati. Ya, kami mati. Kami sangat lelah secara fisik, sangat lelah secara mental. Mati karena kami pikir ini adalah kekalahan yang tidak adil dengan banyak insiden yang bisa diperdebatkan,” ujar Mourinho kepada Sky Sport Italia setelah laga.

”Kami sangat lelah, tapi bangga. Saya selalu mengatakan Anda bisa kalah dalam pertandingan sepak bola, tetapi jangan pernah kehilangan martabat atau profesionalisme Anda. Saya memenangkan lima final Eropa. Saya kalah kali ini, tetapi kali ini saya pulang dengan lebih bangga daripada sebelumnya. Para pemain sudah memberikan segalanya musim ini.

Ingat, kami peduli dengan jersey. Kami peduli dengan sifat kami. Kami menganggap serius. Kami bekerja dengan kerendahan hati dan memberikan semua yang kami miliki. Masing-masing dari kami bereaksi dengan cara yang berbeda. Yang satu menangis, yang lain tidak. Namun, sebenarnya kami semua sangat sedih. Kami kembali mati lelah, mati dengan perasaan itu tidak adil. Itu adalah pertandingan yang intens, maskulin, dan bersemangat dengan wasit (Anthony Taylor) yang tampak seperti orang Spanyol. Itu kuning, kuning, kuning sepanjang waktu.

Ketidakadilan ditunjukkan oleh fakta bahwa (Erik) Lamela seharusnya mendapat kartu kuning kedua. Wasit tidak memberikannya. Ia mengonversi penalti dalam adu penalti,” jelas Jose Mourinho.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: