KTT Ke-43 ASEAN 2023: Patsy, Jokowi, dan Biden
Ilustrasi Patsy Widakuswara dari VOA dan Presiden Jokowi.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
ADA insiden kecil yang terjadi saat pelaksanaan KTT Ke-43 ASEAN di Jakarta pekan ini, 6 September 2023. Seorang wartawan Amerika Serikat (AS) peliput acara itu dicekal masuk ke ruang pertemuan para kepala negara ASEAN dan AS. Peristiwa itu hanya insiden kecil. Namun, Wakil Presiden AS Kamala Harris yang menghadiri acara itu ikut campur untuk menyelesaikan masalah.
Reporter itu, Patsy Widakuswara, dari jaringan VOA (Voice of America). Dia warga negara AS yang lahir di Gunung Kidul, DIY, dan memulai karier jurnalistiknya di Indonesia, sebelum bekerja di AS, kemudian mengambil kewarganegaraan AS.
Patsy yang menjabat kepala biro Gedung Putih VOA dikepung petugas keamanan Indonesia setelah melontarkan pertanyaan kepada Jokowi dan Kamala Harris dengan berteriak. Dalam standar praktik jurnalistik di AS –dan di seluruh dunia– melontarkan pertanyaan ”shouting questions” sambil berteriak adalah hal yang biasa.
Namun, dalam standar keamanan di Indonesia, itu tidak diperkenankan karena mengganggu. Ketika itu Jokowi dan Kamala Harris baru selesai mengadakan pertemuan ”join session” membahas masalah bilateral. Keduanya kemudian hendak berjalan masuk ke ruang tempat pertemuan para pemimpin ASEAN.
Ketika keduanya melewati sejumlah jurnalis itulah, Patsy meneriakkan dua pertanyaan. Kepada Wapres Harris, Patsy bertanya dalam bahasa Inggris, apakah AS hampir mencapai kesepakatan terkait investasi pengelolaan nikel dengan Indonesia. Kepada Presiden Jokowi, Patsy bertanya dalam bahasa Indonesia, apakah ia kecewa karena Presiden AS Joe Biden tidak hadir di KTT tersebut.
Tidak ada jurnalis lain yang berteriak ke arah dua pemimpin tersebut. Karena itu, teriakan tersebut terasa aneh dan mengagetkan. Petugas keamanan langsung mengepung Patsy dan membawanya keluar dari ruangan. Setelah berada di luar ruang pertemuan, sejumlah petugas keamanan menyuruh Patsy pergi karena dia telah mengganggu dengan teriakan tersebut.
Para petugas itu juga melarang Patsy untuk mengikuti agenda lain selama KTT ASEAN. Para pejabat AS pun turun tangan dan meminta pihak Indonesia untuk mengizinkan Patsy masuk ke ruang pertemuan. Wapres Harris tidak akan memasuki ruang pertemuan KTT sampai seluruh jurnalis, termasuk Patsy Widakuswara, diizinkan masuk. Akhirnya pihak keamanan Indonesia mengalah dan mengizinkan Patsy masuk ke ruang acara.
Insiden itu memantik reaksi keras dari banyak kalangan. Pihak keamanan Indonesia dianggap telah menghalang-halangi jurnalis untuk menjalankan tugasnya. Indonesia merasa bahwa standar yang dipakai jurnalis AS tidak sesuai dengan standar etika di Indonesia.
Di balik insiden itu, muncul spekulasi mengenai ketidakhadiran Presiden AS Joe Biden ke acara tersebut. Indonesia, sebagai tuan rumah yang memegang kepemimpinan ASEAN, merasa mangkirnya Joe Biden tentu mengecewakan. Sebab, itu bisa menurunkan wibawa Indonesia. Pasalnya, pada saat yang hampir bersamaan, Biden lebih memilih hadir dalam konferensi internasional di India, kemudian melanjutkan kunjungan ke Vietnam.
Indonesia dan ASEAN kalah kelas dari India. Untuk urusan Indonesia, Biden merasa cukup mengirimkan wakilnya. Hal tersebut tentu mengecewakan Indonesia. Belum lagi Presiden Tiongkok Xi Jinping juga mangkir dan memilih untuk mendatangi acara di India. Itulah yang membuat Indonesia ”sensi” oleh sikap AS dan Tiongkok.
Pengamat menyebut perhelatan Jakarta menjadi ”second class” dan tidak menjadi prioritas utama Gedung Putih. Pakar keamanan Asia dari American Enterprise Institute Zack Cooper mengatakan, ketidakhadiran Joe Biden menunjukkan bahwa prioritasnya ada di tempat lain.
Ketidakhadiran Biden sejalan dengan minimnya kerangka kerja sama ekonomi dua negara. Pada saat bersamaan, Indonesia lebih banyak membangun kerja sama ekonomi dengan Tiongkok. Bukan hanya AS yang menganggap perhelatan itu bukan prioritas. Tiongkok pun hanya mengirimkan Perdana Menteri Li Qiang dan Rusia hanya mengirimkan Menteri Luar Negeri Sergey Lavrov.
Menteri Pertahanan Prabowo Subianto memperkirakan ketidakhadiran itu lantaran kedua pimpinan negara tersebut memiliki banyak kesibukan. Absennya Biden kali ini tidak menjadi masalah. Sebab, Biden sudah pernah hadir pada acara G20 di Bali.
Mengenai sinyalemen yang mengatakan bahwa Indonesia lebih condong ke Tiongkok, Prabowo mengatakan bahwa Indonesia memiliki kebijakan bebas aktif dan nonblok. Indonesia tidak memihak siapa pun. Indonesia bersikap bebas aktif, nonblok, tidak mau terlibat dalam blok mana pun. Semua negara dianggap sahabat yang dihormati. Amerika Serikat, Tiongkok, Rusia, India, Jepang, semua dihormati.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: