Yahudi Pesek

Yahudi Pesek

Ilustrasi Yahudi pesek vs Palestina.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

Dalam konflik Palestina vs Israel, kelompok kadrun menjadi pendukung Palestina dan kelompok anak kodok menjadi pendukung Israel. Polarisasi antara Islam politik vs kelompok liberal berlanjut dalam konflik Palestina-Israel itu.

Kelompok cebong biasanya disebut buzzer bayaran atau sering disebut buzzer RP. Kali ini buzzer bayaran itu disebut sebagai Yahudi Pesek. Penyebutan itu bagian dari stereotyping yang umum. 

Bangsa Yahudi diidentikkan dengan orang bule yang berkulit putih dan berhidung mancung. Kelompok itu disebut sebagai penjajah, sedangkan bangsa pribumi identik dengan hidung mancung ke dalam alias pesek dan kulitnya gelap alias gosong. 

Maka, sebutan Yahudi pesek merujuk pada orang-orang Indonesia –khususnya buzzer– yang dibayar untuk membela kepentingan Yahudi.

Caranya, dengan mem-framing perang ini sebagai perang melawan teroris. Hamas diposisikan sebagai organisasi teroris dan Israel adalah korban serangan terorisme. Para pemengaruh dan pendengung –sangat mungkin– tidak mempunyai referensi yang cukup mengenai konflik Palestina. 

Hampir tidak mungkin mereka membaca berbagai referensi mengenai konflik itu. Biasanya para pemengaruh dan pendengung itu hanya mendapat pointers umum yang sesuai dengan kepentingan pembayarnya.

Harga pemengaruh dan pendengung Indonesia mungkin tidak terlalu mahal. Beda dengan media-media mainstream Amerika Serikat (AS) dan Eropa yang melakukan pembelaan terhadap Israel berdasar ideologi dan kepentingan nasionalnya. Bahkan, media sehebat The New York Times pun dianggap sebagai bagian dari corong kepentingan pemerintah AS.

Noam Chomsky menyebut media AS sebagai bagian dari proyek besar untuk melakukan pabrikasi untuk mendapat dukungan rakyat. Dalam bukunya, Manufacturing Consent, Chomsky menyebut media-media AS menyebarkan berita yang tidak seimbang dengan tujuan untuk melanggengkan dominasi AS di luar negeri. 

Media AS, kata Chomsky, tidak berpihak kepada kebenaran dan objektivitas, tetapi kepada kepentingan ekonomi dan politik pemilik-pemiliknya.

Edward Said menyoroti media Barat melakukan bias dalam meliput konflik Palestina-Israel. Dalam buku Covering Islam: How the Media and the Experts Determine How We See the Rest of the World (1981), Said mengkritik media Barat yang selalu melihat Islam dengan sudut pandang negatif. Covering Islam bisa diartikan sebagai ”meliput Islam”, tetapi bisa juga disebut ”menutupi Islam”. 

Menurut Said, dalam meliput Islam, media Barat sekaligus menggelapkan fakta sejarah mengenai Islam.

Bangsa Yahudi yang lari sebagai pengungsi karena menghindari kekejaman Hitler setelah Perang Dunia II sekarang justru bertindak lebih brutal dan biadab daripada Hitler. Yahudi memperlakukan bangsa Palestina sebagai tawanan yang terkepung dalam kamp konsentrasi di tanah airnya sendiri. 

Kamp konsentrasi terbuka itu menampung sedikitnya 2 juta jiwa di Gaza. Itulah kamp konsentrasi terbesar di era modern sekarang.

Bagaimana mungkin bangsa yang pernah menghadapi tragedi kemanusiaan seperti Holokaus bisa melakukan kekejaman yang sama terhadap bangsa lain? Bagaimana mungkin orang Yahudi yang pernah merasakan brutalnya penderitaan akibat politik rasis Nazi melakukan hal yang sama terhadap bangsa Palestina.

Itulah pertanyaan besar yang diajukan oleh Edward Said dalam The Question of Palestine (Pertanyaan mengenai Palestina), yang menggugat sikap diam komunitas intelektual dunia terhadap kejahatan kemanusiaan oleh Israel terhadap Palestina.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: