Teka-teki Calon Wakil Khofifah di Pilgub Jatim 2024

BACA JUGA:Bursa Pilgub Jatim, Menakar Kekuatan Khofifah, Risma dan Cak Imin di Survei ARCI 

Pengamat Komunikasi Politik Universitas Brawijaya Verdy Firmantoro mengatakan, selain pertimbangan ideologi, faktor untung-rugi juga sedang dikalkulasikan oleh parpol-parpol pendukung Khofifah. 

"Kenapa gerindra tidak keluar? Karena ada figur seperti Anwar Sadad. Di Golkar ada Sarmuji, lalu di PAN ada Riski Sadig. Semuanya adalah ketua DPD Jatim. Ketika mendukung Emil Dardak, dianggap terlalu diserahkan semua ke pihak lain. Itulah kenapa lampu hijau (untuk Emil) tidak juga keluar," ujarnya kepada Harian Disway, Kamis, 2 Mei 2024.

Lebih lanjut, Verdy memahami mengapa tiga parpol tersebut cukup alot merekom Emil. Menurutnya, gubernur dan wagub itu merepresentasikan bagaimana sebuah parpol berperan. 

Oleh karena itu, Emil secara personal perlu melakukan komunikasi politik intensif kepada parpol-parpol pendukung Khofifah. 

"Parpol tidak asal merekom. Semacam memberi cek kosong kepada pihak lain, bila cagub dan cawagubnya bukan dari internal partai. Lalu kita ini memberi istilahnya ambil bagian di sisi mana?" ujarnya.

"Memang kursi gubernur tidak se-prestisius Presiden. Tetapi ini adalah investasi politik lima tahun ke depan. Apalagi Jatim sering menjadi battleground," imbuh pengamat politik lembafa survei Indopol.

Selain kalkulasi untung rugi. Verdy menyebut secara ideal, parpol akan mempertimbangkan lima hal untuk mendukung calon pemimpin daerah. Yaitu kualitas calon, ideologi calon, kebijakan, rekam jejaknya, dan bagaimana popularitasnya.

"Yang paling utama, cawagub yang akan ditunjuk nanti bisa memberi keyakinan dan disetujui anggota koalisi (pendukung khofifah). PR-nya Emil adalah bagaimana agar diterima anggota koalisi Khofifah dan bagaimana diterima masyarakat," tandasnya. (*)

Sumber: