Saat Cuaca, Masalah Haji yang Tersisa
ILUSTRASI cuaca di Arab Saudi jadi masalah haji yang tersisa.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
Eeeh…, tiba-tiba saja cerita di Madinah di akhir Mei setengah bulan sebelum puncak ibadah haji di atas kuingat kembali. Prof Ali Ramdhani, sekretaris jenderal Kemenag RI, yang membuatkan teringat kembali pada dialog antara petugas dan jamaah haji di Kota Madinah di atas. Kisahnya, ia sedang memimpin rapat evaluasi pelaksanaan haji seusai Armuzna di Kantor Daker Makkah Selasa, 18 Mei 2024.
Dalam testimoninya, ia bilang, ”Saat berada di tenda di Arafah, saya mendengar cerita ada jamaah yang ditanya petugas soal layanan haji.” Begitu sekjen Kemenag itu menceritakan kejadian yang di Arafah itu.
”Kala itu petugas bertanya kepada seorang jamaah tentang apa yang kurang dari layanan kepada jamaah haji,” cerita detailnya.
”Eh jawab jamaah begini, ”Cuaca, Pak,” kata sekjen Kemenag itu.
Artinya, di sana ada pernyataan berdimensi jawaban yang serupa muncul oleh jamaah yang berbeda. Lebih dari itu, kalimat jawaban itu juga muncul di dua lokasi dan waktu pelaksanaan haji berbeda. Dari sisi lokasi, dua pernyataan di atas terjadi di Madinah dan Makkah. Dari sisi waktu, kalimat jawaban di atas disampaikan pada saat pra dan di puncak ibadah haji.
Pernyataan-jawaban dua jamaah haji berbeda waktu dan tempat di atas menunjukkan bahwa bagaimanapun, masing-masing tak menafikan rasa puas yang dialami. Mereka tak menyembunyikan kepuasan yang mereka rasakan langsung dari layanan haji yang ada.
Mengapa? Kalimat yang diungkapkan untuk merespons layanan haji yang dirasakan keluar dari dua jamaah yang berbeda. Mereka tidak dikondisikan sebelumnya. Mereka juga menyampaikan di dua lokasi yang berbeda. Pun, di dua waktu haji yang berbeda pula.
Itulah orisinalitas jamaah haji. Kepuasan tak bisa disembunyikan dari isi hati. Apalagi, dipaksa untuk dinihilisasi. Jika yang puas satu, menang belum tentu punya arti. Saat banyak, sudah barang tentu itu prestasi. Apalagi jawaban kepuasan keluar pada masa pra dan dalam proses berlangsungnya sebuah layanan. Kekurangan, jika ada, adalah bagian dari ikhtiar kemanusiaan yang mengiringi. Tapi, kepuasan pertanda kesyukuran yang akan menyempurnakan jati diri.
Saat hanya kata ”cuaca” disebut sebagai kekurangan yang tersisa, sejatinya jamaah haji sedang mengajarkan rasa terima kasih yang tinggi kepada petugas haji atas layanan yang diberikan tanpa mengenal kata henti.
Melalui ungkapan kepuasan isi hati, jamaah haji Indonesia tahun ini telah memberikan pelajaran berarti. Betapa kemuliaan diri bergerak bersama rasa syukur dan ungkapan terima kasih. (*)
Akh. Muzakki-Dokumentasi, guru besar dan rektor UIN Sunan Ampel Surabaya dan anggota Tim Monitoring dan Evaluasi Haji 2024
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: