Sepur Lori Pabrik Gula (PG) Pagotan, Madiun

Sepur Lori Pabrik Gula (PG) Pagotan, Madiun

ARIF Afandi berada di lokomotif sepur lori milik Pabrik Gula (PG) Pagotan, Madiun.-Arif Afandi untuk Harian Disway-

Menyadari usianya yang sudah sangat tua, pengoperasian loko uap itu dilakukan dengan sangat hati-hati. Bahkan, di ruang masinis ada tulisan yang menggelitik yang ditempel dekat jendela: ”Umurku Wes Ra Nom Maassss…Ojok Mbok Gass Polll…Ben Awet Masss…(Umurku sudah tidak muda, Mas. Jangan digas pol. Biar awet, Mas)”.

Pengoperasian loko uap yang sudah berusia seabad itu menggambarkan kondisi pabrik gula nasional kita. Dari 36 PG milik PT SGN, ada yang mesinnya sangat modern, ada pula yang sejak berdiri belum tersentuh revitalisasi sama sekali. Mesinnya masih sama ketika didirikan. Ada yang telah direvitalisasi sebagian.

Satu-satunya yang dibangun terkini adalah PG Glenmore di Banyuwangi. Pabrik dengan kapasitas 6 ribu ton tebu per hari itu dibangun pada 2013. Semula pabrik tersebut masuk penguasaan PTPN XII yang tadinya memiliki bisnis kopi, cokelat, dan karet.

Di sisi lain, ada pabrik yang sama sekali tidak tersentuh revitalisasi. Hampir semua pabrik yang ada di Jawa Tengah masih menggunakan mesin yang sama dengan saat didirikan di zaman sebelum kemerdekaan RI. Meski demikian, sampai sekarang masih dioperasikan dengan baik.

Namun, yang menjadi persoalan utama industri pergulaan nasional sekarang bukan di pabriknya. Tapi, masalah produktivitas bahan bakunya. Lahan tebu terus berkurang. Demikian pula dengan produktivitasnya. Pada masa lalu per hektare bisa menghasilkan di atas 10 ton gula. Kini hanya sampai 5 ton gula per hektare.

Direktur Utama PTPN III Holding Mohamad Abdul Ghani meyakini, persoalan utamanya bukan di pabrik, melainkan di agronomi. Di pertanian bahan baku tebunya. Karena itu, ia sejak tiga tahun terakhir berusaha mengubah paradigma dan ekosistem di industri gula yang berada dalam kendalinya. 

Restrukturisasi dan konsolidasi pabrik gula menjalani peta jalannya. Mengubah paradigma dan membangun ekosistem baru menjadi strateginya. ”Kalau ini berjalan sesuai rencana, lima tahun ke depan kita bisa swasembada gula,” katanya mantap.

Sumber daya manusia pengelola pabrik kita ternyata bisa diandalkan. Mereka sangat kreatif dan inovatif sehingga bisa mengoperasikan pabrik yang sangat kuno sampai yang paling modern. Keahlian yang terkadang tidak masuk nalar para teknisi modern.

Jadi, pabrik gula kita ibarat loko uap di PG Pagotan. Ia masih tetap bisa dioperasikan meski usianya sudah hampir seabad. Yang merusak itu sebetulnya mentalitas kita yang terkadang tidak percaya kepada kemampuan kita sendiri. Membiarkan perburuan rente sebagai panglima di segala lini. 

Rasanya spirit merdeka masih perlu digelorakan di sektor pangan kita. Termasuk di industri gula nasional. (*)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: