Berkat Pimcok

Berkat Pimcok

SUASANA di dalam pusat perbelanjaan di Batam. Banyak sekali warga Singapura dan asing hilir mudik dan berbelanja di pusat perbelanjaan itu. Itu semua berkat pimcok. Yakni, Wali Kota Batam Muhammad Rudi Harahap yang mantan polisi.-Arif Afandi untuk Harian Disway-

”Ia gunakan anggaran sisa Otorita Batam untuk membangun jalan lebar-lebar ini,” tambah Hardi. Tak hanya lebar jalannya, tapi juga asri di sepanjang jalan. Di tengah dua ruas jalan yang lebar ditanami pohon rindang. Juga, di sepanjang pinggir jalan.

Sebagian orang pasti tahu, dulu Batam ditetapkan pemerintah Orde Baru sebagai kawasan otoritas. Kepalanya ditunjuk langsung oleh presiden. Setelah reformasi politik dan otonomi daerah, sempat terjadi dualisme kepemimpinan: kepala BP vs wali kota Batam.

Yang menarik, sebelum terjun ke politik, Rudi adalah seorang polisi. Berpangkat aiptu. Bukan perwira. Semula, ia mengundurkan diri dari kepolisian karena ingin menjadi pengusaha. Namun, garis tangannya berkata lain. Setelah mundur dari polisi, ia sempat menjadi amggota DPRD dari PKB. 

Meski ia mantan polisi berpangkat aiptu, kepemimpinannya tampak berkarakter. Ia betul-betul memahami masalah utama birokrasi. Ia memulai dengan menciptakan birokrasi yang bersih. Dengan menata kembali belanja anggaran kota begitu menjabat orang pertama di Batam.

Mantan anak buahnya yang pernah menjadi kepala dinas bercerita. Begitu terpilih menjadi wali kota, Rudi langsung merevisi kebijakan pengadaan mobil dinas, perjalanan dinas, dan paket-paket pengadaan ATK (alat tulis dan kantor). ”Tiga itu yang sering menjadi sumber korupsi,” ujar mantan kepala dinas yang terakhir pindah tugas di Pekanbaru itu.

Dengan merevisi pengadaan di tiga hal tersebut, bisa dilakukan penghematan anggaran. Hasil penghematan itulah yang kemudian dioptimalkan untuk membangun Kota Batam. ”Beliau orangnya detail. Jika kepala dinas di rapat tidak siap data, langsung diusir dari ruangan,” tambahnya.

Sayang, Rudi bukan wali kota Surabaya. Tampaknya juga kurang ”cerdik” mem-branding dirinya. Karena itu, tindakan nyatanya mengubah Batam dalam dua periode masa jabatannya kurang menjadi perhatian nasional. Hanya orang yang pernah ke sana sebelum dan sesudah ia menjabat yang bisa merasakan.

Ia adalah contoh mantan polisi berpangkat setara ASN golongan dua yang hebat. Yang bisa mengubah wajah kotanya jauh lebih maju hanya dalam dua periode kepemimpinannya sebagai wali kota. ”Kini Batam sudah setara dengan Johor lah. Kalau dengan Singapura belum. Tapi, Singapura kan negara,” tambah Hardi, ikut bangga.

Rudi dalam pilkada serentak tahun ini mencalonkan sebagai gubernur Provinsi Kepulauan Riau. Sayang, ia tidak menjadi bagian dari yang disebut Bocor Alus Politik majalah Tempo sebagai bagian dari parcok alias partai cokelat. 

Tapi, setidaknya ia akan tercatat sebagai pimcok (pimpinan cokelat) yang sukses mengubah wajah kota Batam. Seorang mantan bintara polisi yang mengundurkan diri dan sukses menjadi politikus. Sayang, ia belum bisa meneruskan kesuksesannya karena pertarungan politik.

Tapi, sebagai mantan polisi dan politikus, pasti ia tak akan mati setelah gagal sekali. Politikus sejati bisa mati berkali-kali dan hidup berkali-kali. Kalaupun tak bisa hidup lagi, ia telah meninggalkan warisan hebat atau legasi: Pengubah wajah kota bayang-bayang Singapura. (*)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: