Tujuh Buku Puisi Esai Denny JA dalam Heptalogi Rekam Sejarah Dunia

Ketujuh buku Denny JA dengan tema yang beragam. Dari kekerasan seksual era pendudukan Jepang ke kengerian perang dunia, dari Kartini ke Mao Zedong. -Denny JA-
HARIAN DISWAY - Bukan satu. Melainkan tujuh. Inilah cara Denny JA merekam sejarah yang dia sampaikan dalam buku. Temanya beragam. Dari kekerasan seksual era pendudukan Jepang ke kengerian perang dunia, dari Kartini ke Mao Zedong.
Dari lorong-lorong gelap sejarah hingga ruang batin terdalam manusia, ketujuh karya itu menghadirkan heptalogi puisi esai yang mengguncang kesadaran kita tentang masa lalu.
Dijelaskan lebih lanjut oleh Denny JA, ketujuh bukunya bukan sembarang buku. Tujuh buku yang bisa dikatakan sebagai tujuh babak sejarah itu merupakan tujuh luka kolektif yang selama ini hanya tergores samar dalam buku pelajaran.
BACA JUGA: 7 Pemikiran Denny JA tentang Agama dan Spiritualitas di Era AI Layak Jadi Kurikulum PT
Karya terbaru berjudul Yang Menggigil dalam Arus Sejarah (2025), melengkapi serial ini. Berbeda dari enam buku sebelumnya yang fokus pada sejarah Indonesia, buku ketujuh ini melintasi batas negara.
Ia menyuarakan korban-korban Revolusi Prancis, Holocaust, pembantaian di Nanking, hingga anak-anak yang menjadi yatim oleh bom di Hiroshima. “Sejarah resmi menulis pahlawan. Tapi puisi esai menulis korban,” kata Denny JA, saat peluncuran buku ketujuh
Semua buku ini menggunakan format khas ciptaan Denny JA yang selama ini berhasil menggugah dunia sastra Indonesia yakni puisi esai. Sebuah genre baru yang memadukan narasi puitik dengan riset sejarah.
BACA JUGA: Panasnya Perang Israel Picu Denny JA Lahirkan The Deal of Century dalam Genre Imajinasi Nusantara
Genre ini telah berkembang menjadi gerakan sastra lintas batas, dengan komunitas di seluruh Indonesia dan Asia Tenggara. Ia menjadi agenda utama dalam Festival Puisi Esai ASEAN yang kini telah digelar sebanyak empat kali.
Menurut Penerbit CBI, yang menjadi sumber utama rilis ini, proyek heptalogi ini bukan hanya proyek literer, melainkan arsip nurani kolektif bangsa dan dunia.
Di tengah gempuran informasi digital yang dangkal dan cepat lewat, puisi esai menawarkan ruang perenungan—sebuah jeda, sebuah napas. Nah mengapa puisi esai penting untuk memahami sejarah? Denny JA menjelaskannya.
BACA JUGA: Tokoh Highly Gifted dengan IQ 145–155 Disematkan ChatGPT untuk Denny JA
1. Ia menyentuh sisi terdalam manusia: Di saat data dan angka tak mampu meneteskan air mata, puisi hadir sebagai cermin yang merefleksikan luka batin sejarah.
2. Ia memperluas definisi sejarah: Sejarah bukan hanya milik yang menang, tetapi juga milik mereka yang ditinggalkan: perempuan penghibur, anak tanpa negara, eksil tanpa pulang, cinta tanpa ruang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: