Historiografi Pulau-Pulau Kecil di Indonesia

Historiografi Pulau-Pulau Kecil di Indonesia

ILUSTRASI Historiografi Pulau-Pulau Kecil di Indonesia.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

Pulau kecil lain yang telah berhasil ditulis sejarahnya adalah Pulau Kangean, yang ditulis oleh Sahwanoedin Djojoprajitno. Buku yang ditulisnya berjudul Pulau Kangean dalam Lintasan Tiga Zaman, dari Era Penjajahan Belanda sampai Republik Indonesia

Pulau Kangean dikenal sebagai kepanjangan dari Pulau Madura, terdiri kurang lebih atas 60 pulau, dengan pulau utama adalah Kangean yang memiliki luas sekitar 188 kilometer persegi. Pulau itu sudah dikenal sejak dahulu, sebagai salah satu pulau yang padat penduduk. 

Penghuni Pulau Kangean memiliki latar belakang etnis beragam, mulai Madura, Bali, Mandar, Bugis, Wajo, Tionghoa, hingga Jawa. Keragaman etnis tersebut menjadikan Kangean sebagai pulau multikultural yang unik yang mungkin tidak didapatkan di pulau kecil yang lain. 

Sebelum menjadi tempat hunian, pada awalnya pulau itu merupakan tempat buangan orang-orang yang mendapatkan hukuman berat karena perbuatan kriminal dan kasus politik di wilayah yang dikuasai Kerajaan Sumenep.

Lambat laun peran pulau itu sebagai pulau buangan berubah menjadi pulau hunian biasa, yakni orang-orang menetap secara permanen dengan kehidupan yang baik.

Menurut berbagai sumber, Pulau Kangean sudah dikenal masyarakat luas sejak zaman Majapahit. Kerajaan besar itu memiliki wilayah yang sangat luas, termasuk Kepulauan Kangean. Pulau kecil di sebelah timur Pulau Madura itu dalam kitab Nagarakretagama disebut dengan nama Ngaliyao. 

Nama Ngaliyao muncul dalam kitab tersebut bersamaan dengan nama-nama pulau lain, yaitu Makassar, Butun, Bangawi, Kuni, Salaya, Sumba, Solot, dan Muar. Beberapa nama yang kurang jelas tersebut perlu diidentifikasi lagi. Penyebutan nama Kangean di dalam naskah yang amat terkemuka mengindikasikan bahwa pului itu telah lama memiliki kedudukan penting. 

Pada masa kolonial, Kangean telah banyak disebutkan dalam naskah dan arsip yang dihasilkan dari proses administrasi pemerintahan. Belanda menempatkan Kangean sebagai bagian dari pemerintahan kepulauan sehingga perlu difasilitasi dengan berbagai perangkat untuk pendaratan kapal. 

Pada awal abad ke-20, Kangean dimasukan ke rencana pengembangan pelabuhan bersama dengan pulau-pulau kecil lain di Hindia Belanda. 

Sebagaimana diuraikan dalam buku Zeemansgids voor den Oost-Indischen Archipel yang dikeluarkan Kementerian Kelautan (Ministerie van Marine), Kangean merupakan salah satu pelabuhan penting yang menjadi penghubung antara Pulau Madura dengan pulau-pulau kecil di sebelah timur yang terletak antara Sulawesi, Bali, dan Sunda Kecil. 

Buku yang ditulis Des Alwi dan Sahwanoedin Djojoprajitno bisa dikatakan menjadi buku pelopor untuk menyingkap rahasia sejarah pulau pulau-pulau kecil. 

Rintisan yang dilakukan Sahwanoedin Djojoprajitno bahkan telah diteruskan salah seorang alumni Program Studi Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Airlangga, yaitu Solichatul Ummah. Dia berasil menulis sebuah buku berjudul Kepulauan Kangean 1912-1950-an

Pembahasan buku itu sangat menarik karena berhasil memperlihatkan beberapa kebijakan pemerintah kolonial yang cukup penting di Pulau Kangean. Antara lain, kebijakan pendidikan, kesehatan, militer, dan keagamaan. 

Beberapa kebijakan tersebut menjadi fondasi utama bagi perkembangan masyarakat Kangean untuk periode selanjutnya. 

Kebijakan pemerintah kolonial untuk membuka fasilitas pendidikan dan kesehatan di pulau itu telah mengubah kondisi sosial masyarakat setempat, dari masyarakat yang tidak terdidik dan kurang sehat menjadi masyarakat terdidik yang sehat sehingga mampu melihat cakrawala yang lebih luas.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: