Khofifah 4.0: Lahirnya Patron Besar Islam

Aam Waro’ Panotogomo-Dokumentasi Pribadi-
KHOFIFAH Indar Parawansa telah melalui berbagai fase kepemimpinan yang membentuknya menjadi salah satu tokoh paling berpengaruh di Indonesia. Dari aktivisme di lingkungan Nahdlatul Ulama (NU), peran strategis dalam pemerintahan, hingga kepemimpinan daerah sebagai Gubernur Jawa Timur, perjalanan politiknya menunjukkan konsistensi dalam memperjuangkan kepentingan masyarakat dan Islam moderat. Kini, di fase kepemimpinannya yang lebih matang, KHOFIFAH mulai menegaskan perannya sebagai patron besar Islam, sebuah figur yang tidak hanya berpengaruh dalam politik dan pemerintahan, tetapi juga dalam membentuk arah kebijakan dan pemikiran Islam di Indonesia.
Sebagai seorang perempuan yang besar di lingkungan NU, Khofifah telah lama dikenal sebagai pemimpin Muslimat NU yang progresif. Organisasi ini memiliki peran penting dalam membangun kesadaran sosial dan keagamaan bagi kaum perempuan, serta mendorong keterlibatan mereka dalam berbagai sektor strategis. Di bawah kepemimpinan Khofifah, Muslimat NU tidak hanya berkembang sebagai wadah penguatan keislaman, tetapi juga sebagai pilar pemberdayaan sosial dan ekonomi. Ia menanamkan gagasan bahwa perempuan Islam harus menjadi motor perubahan dalam keluarga, komunitas, dan negara, bukan sekadar menjadi bagian dari wacana keagamaan tanpa keterlibatan aktif dalam pembangunan.
Di tengah arus perubahan global yang cepat, Khofifah memahami bahwa kepemimpinan Islam harus bertransformasi mengikuti dinamika zaman. Islam tidak bisa hanya dipahami dalam konteks ritual dan doktrin semata, tetapi harus diterjemahkan dalam solusi nyata bagi kehidupan masyarakat. Ia mengusung pendekatan Islam yang moderat, inklusif, dan berorientasi pada kemajuan. Pendekatan ini membawanya menjadi salah satu tokoh yang diperhitungkan dalam membangun narasi Islam yang harmonis dengan demokrasi, kebangsaan, dan perkembangan ekonomi. Di berbagai kesempatan, ia menegaskan bahwa Islam harus menjadi kekuatan yang menyatukan, bukan yang memecah belah.
Sebagai Gubernur Jawa Timur, Khofifah telah membuktikan bahwa kepemimpinan Islam dapat berjalan seiring dengan kebijakan publik yang berbasis data dan inovasi. Ia mengintegrasikan nilai-nilai keislaman dalam tata kelola pemerintahan dengan menekankan pentingnya kesejahteraan sosial, pendidikan berbasis pesantren, serta pemberdayaan ekonomi berbasis komunitas Muslim. Program-programnya tidak hanya berorientasi pada pembangunan fisik, tetapi juga pembangunan sumber daya manusia, terutama di kalangan pesantren dan kelompok marjinal. Ia percaya bahwa Islam memiliki kekuatan besar dalam membangun kemandirian ekonomi, dan inilah yang ia terjemahkan dalam kebijakan konkret.
Khofifah tidak hanya memainkan peran sebagai pemimpin formal dalam pemerintahan, tetapi juga sebagai figur yang menjadi panutan dalam membangun Islam yang lebih progresif dan berdaya saing. Dengan latar belakang yang kuat dalam birokrasi dan politik, ia memiliki kemampuan untuk menjembatani antara kepentingan Islam dan kebijakan negara. Di saat banyak tokoh Islam terjebak dalam retorika yang cenderung konservatif atau bahkan politis, Khofifah justru menawarkan perspektif Islam yang lebih terbuka, adaptif, dan solutif. Ia berusaha membangun pemahaman bahwa Islam bukan hanya tentang hukum dan aturan, tetapi juga tentang etos kerja, inovasi, dan kebermanfaatan bagi banyak orang.
Patron Besar Muslimah NU
Sebagai patron besar Islam, peran Khofifah semakin terasa dalam membangun jaringan kepemimpinan Islam yang inklusif. Ia tidak hanya berbicara di forum-forum formal, tetapi juga aktif dalam mendidik dan membina generasi muda Islam untuk siap menghadapi tantangan masa depan. Ia menaruh perhatian besar pada pendidikan, terutama pendidikan Islam yang berorientasi pada sains dan teknologi. Ia menyadari bahwa umat Islam tidak boleh tertinggal dalam perkembangan teknologi dan ekonomi global. Oleh karena itu, ia terus mendorong pesantren dan lembaga pendidikan Islam untuk bertransformasi menjadi pusat inovasi, bukan sekadar tempat belajar agama secara konvensional.
Di tingkat nasional, Khofifah semakin diperhitungkan sebagai salah satu tokoh yang memiliki kapasitas besar untuk membawa Islam ke arah yang lebih progresif. Ia bukan hanya seorang pemimpin daerah, tetapi juga seorang pemikir dan eksekutor kebijakan yang memahami kompleksitas hubungan antara Islam, negara, dan masyarakat. Dengan pengalaman panjangnya di pemerintahan, ia telah membuktikan bahwa Islam dan pembangunan dapat berjalan seiring tanpa harus mengorbankan nilai-nilai dasar keislaman. Dalam berbagai kesempatan, ia menegaskan bahwa Islam harus hadir dalam kebijakan publik tidak hanya sebagai simbol, tetapi juga sebagai fondasi yang memberikan solusi bagi masalah sosial dan ekonomi.
Ke depan, Khofifah tidak hanya akan menjadi pemimpin dalam struktur pemerintahan, tetapi juga sebagai patron yang membentuk wajah Islam Indonesia di era modern. Ia telah membangun reputasi sebagai pemimpin yang tidak hanya memikirkan masa kini, tetapi juga masa depan umat Islam. Peran ini semakin nyata ketika ia mulai aktif dalam berbagai forum internasional yang membahas peran Islam dalam membangun peradaban. Ia membawa gagasan bahwa Islam harus menjadi bagian dari solusi global, terutama dalam isu-isu seperti keadilan sosial, ekonomi hijau, dan penguatan peran perempuan dalam pembangunan.
Lahirnya patron besar Islam dalam diri Khofifah merupakan hasil dari perjalanan panjang yang penuh dengan tantangan dan perjuangan. Ia telah melewati berbagai ujian politik, birokrasi, dan sosial, yang membentuknya menjadi pemimpin yang lebih matang dan siap untuk memainkan peran yang lebih besar. Islam yang ia perjuangkan bukanlah Islam yang eksklusif dan sektarian, tetapi Islam yang mampu berdialog dengan zaman dan memberikan manfaat bagi semua orang.
Prestasi Terbaik Khofifah
Sejumlah penghargaan diraih Khofifah selama menjabat Gubernur Jatim tahun 2019. Bulan November, ia meraih penghargaan sebagai Gubernur/Kepala Pemerintahan Provinsi Terbaik pada acara Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Award 2019 yang digelar di Bali. Kemudian dari almaternya sebagai Alumni Berprestasi Universitas Airlangga. Penghargaan ini diberikan karena Khofifah dinilai sebagai alumnus Unair yang memiliki segudang prestasi nasional hingga internasional. Belum lama, Khofifah meraih dua penghargaan dari Kementerian Dalam Negeri. Penghargaan pertama diraih dalam kategori Pemprov Jatim sebagai Pembina Ormas Terbaik. Sedangkan penghargaan kedua diterima Khofifah selaku Ketua Umum PP Muslimat NU untuk kategori Penghargaan Khusus Bakti Sepanjang Masa atau Long Life Achievement untuk Muslimat NU.
Pada Desember 2019, ia kembali meraih penghargaan sebagai Pemimpin Perubahan dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Publik. Khofifah dinilai memiliki komitmen besar dalam melakukan perubahan untuk menjaga tata kelola pemerintahan yang bersih, baik dan transparan.
Di masa pendemi Covid-19, Khofifah meraih dua penghargaan sekaligus dari Museum Rekor-Dunia Indonesia (MURI). Dua penghargaan itu diberikan untuk Nuzulul Quran 1441 H secara daring pertama di dunia dan Khotmil Quran Kubro secara daring terbanyak di dunia. Dia dinilai sukses menyelenggarakan acara itu di tengah situasi pandemi Covid-19. Penghargaan lainnya dia terima dari Persatuan Wartawan Indonesia Jatim yakni PWI Special Award berkat kepedulian dan kedekatannya dengan insan media.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: