Ofan, Ronaldo, Torres: Karena Sepak Bola Tak Sesederhana Itu…

Opini Eri Irawan tentang Oktafianus Fernando--
Dalam momen seperti inilah mentalitas pemain diuji. Remuk atau bisa bangkit. Ofan tak mencari apologi. Dia gagah berani tampil di konferensi pers usai pertandingan. Meminta maaf dan menyatakan siap mengambil tanggung jawab atas kesalahan itu. Dia kehabisan kata-kata.
"Saya bicara sedikit dan saya harus ambil tanggung jawab ini. Tidak ada yang masalah untuk permainan Persebaya. Kesalahan ada pada saya. Saya siap untuk mengambil tanggung jawab itu," ujar Ofan.
Tentu saja kita menyesalkan kegagalan Ofan memanfaatkan peluang malam itu. Namun sepak bola adalah olah raga tim. Persebaya menang dan kalah sebagai satu tim. Kegagalan individu merupakan bagian dari rangkaian dan kombinasi kerja seluruh anggota tim. Tidak hanya saat di lapangan, namun sejak dari sesi latihan. Kita melihat seusai laga, para pemain Persebaya yang lain merangkul Ofan—yang terus menutupi muka, membesarkan hatinya, seolah berkata: masih ada hari esok untukmu, kawan.
"Inilah sepakbola. Semua bisa terjadi. Saya meminta dukungan semua suporter dan media untuk tidak menghakimi Ofan. Kita harus mendukung Ofan," ujar Coach Paul Munster.
Kita jengkel. Namun merundung Ofan berlebihan jelas bukan tindakan seorang pendukung loyal dan sejati. Menang kusanjung, kalah kudukung. Spanduk besar itu masih ada di Gelora Bung Tomo. Semoga tidak hanya berhenti sebagai slogan yang ditulis di atas kain. Bangkitlah Ofan! (*)
*Eri Irawan, penggemar sepak bola, hobi menulis tentang sepak bola.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: