Tujuh Saksi Baru Kasus Pertamina Dipanggil Kejagung, Satu Dari Kemenkeu

Harli Siregar Kepuspenkum Kejagung RI-Foto Istimewa-
HARIAN DISWAY - Melalui Tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS) Kejaksaan Agung memeriksa tujuh saksi baru terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina Sub Holding dan KKKS tahun 2018-2023 pada Kamis, 13 Maret 2025.
Adapun tujuh orang saksi yang diperiksa oleh penyidik Jampidsus adalah BTP Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) tahun 2019-2024, MPS VP Retail Full Sales CAT PT Pertamina (Persero), AF Pjs Manager Crude Oil Supply PT Kilang Pertamina International.
HBS Pjs VP Marketing Strategy-CAT PT Pertamina (Persero), FA Dirut PT Riau Petroleum Rokan, HKR Kasubdit Penerimaan Kekayaan Negara Dipisahkan pada Ditjen Anggaran Kementerian Keuangan RI, MIM VP Supply Chain Planning-LI PT Pertamina (Persero).
Ketujuh orang saksi tersebut diperiksa atas perkara tindak pidana korupsi minyak mentah pada PT Pertamina Sub Holding KKKS 2018-2023 atas nama tersangka YF dkk.
BACA JUGA:Kejagung Periksa Saksi Baru Kasus Pertamina, Tiga Dari Kementerian ESDM
Meskipun demikian, Harli tidak mengungkapkan mengenai materi apa yang disampaikan oleh penyidik Jampidsus kepada para saksi. Pemanggilan saksi ini untuk melengkapi kejadian perkara.
"Pemeriksaan terhadap saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara yang dimaksud," ujar Kepuspenkum Harli Siregar dalam rilisnya pada Kamis malam, 13 Maret 2025 .
Diberitakan sebelumnya, Kejagung telah menetapkan sembilan tersangka atas kasus tersebut, di mana enam di antaranya merupakan petinggi dari anak usaha atau subholding Pertamina dan tiga di antaranya berasal dari swasta.
Kejagung tengah mengusut perkara dugaan kongkalikong antara Sub Holding Pertamina dengan pihak swasta dalam pengadaan Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam negeri.
Kejagung sebelumnya menyatakan menemukan modus penggelembungan dalam kontrak pengangkutan alias shipping sebesar 13-15 persen.
Selain itu, Kejagung juga menyatakan Pertamina mendapatkan kualitas BBM yang lebih rendah. Pertamina membayar untuk BBM jenis RON 92, namun yang datang RON 90 dan RON 88. BBM dengan spesifikasi rendah ini kemudian dicampur.
Kejagung menyatakan menyebut total kerugian negara dalam perkara korupsi ini mencapai Rp 193,7 triliun.
Rincian kerugian tersebut berupa kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri yang diperkirakan sebesar Rp 35 triliun.
Kemudian ada kerugian impor minyak melalui DMUT/broker sekitar Rp 2,7 triliun, kerugian impor BBM melalui broker sebesar Rp 9 triliun, kerugian pemberian kompensasi pada tahun 2023 sebesar Rp 126 triliun, dan kerugian pemberian subsidi (2023) mencapai Rp 21 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: