Kejagung Periksa Direktur PT Chevron Sebagai Saksi Pertamina

Kejagung memanggil Direktur PT Chevron sebagai saksi korupsi minyak mentah Pertamina-Kejagung RI-
HARIAN DISWAY - Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa saksi berinisial WB Direktur PT Chevron Pacific Indonesia (PT CPI) terkait perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina (Persero), Sub Holding, dan Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) tahun 2018-2023.
"Pemeriksaan saksi dilakukan terkait dengan penyidikan perkara dugaan korupsi minyak mentah PT Pertamina atas nama tersangka YF dkk," ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kepuspenkum) Kejagung Harli Siregar pada Jumat, 2 Mei 2025.
Harli menambahkan pemeriksaan saksi juga dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud.
Selain memeriksa Dirut Chevron, Kejagung juga memanggil saksi lain. Saksi yang dipanggil di antaranya adalah Vice President (VP) Crude & Product Trading Commercial Integrated Supply Chain (ISC) PT Pertamina berinisial AB, ATW staf pada Fungsi Crude Trading ISC PT Pertamina.
BACA JUGA:Kejagung Panggil 10 Saksi Kasus Korupsi Minyak Mentah Pertamina
BACA JUGA:Kejagung Panggil 9 Saksi Terkait Kasus Korupsi Minyak Mentah Pertamina
SA Manager Tonnage Management PT Pertamina International Shipping, MG Manager Treasury PT Pertamina International Shipping, RP Staf pada PT Pertamina International Shipping, HASM VP Crude & Gas Operation PT Pertamina International Shipping tahun 2021-2023, serta AS VP Tonnage Management & Service PT Pertamina International Shipping tahun 2022-2023.
Diketahui kasus tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina periode 2018-2023 telah menyeret sembilan orang tersangka. Kesembilan orang tersebut terdiri dari pejabat PT Pertamina Patra Niaga dan tiga orang dari pihak swasta.
Kejagung menyebut total kerugian negara dalam perkara korupsi ini mencapai Rp 193,7 triliun. Rincian kerugian negara tersebut terdiri dari kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri sekitar Rp 35 triliun, kemudian kerugian impor minyak mentah melalui DMUT/Broker sekitar Rp 2,7 triliun.
Selain itu kerugian impor BBM melalui DMUT/Broker sekitar Rp 9 triliun, kerugian pemberian kompensasi (2023) sekitar Rp126 triliun, dan kerugian pemberian subsidi (2023) sekitar Rp 21 triliun. Jumlah kerugian itu merupakan perhitungan kerugian satu tahun dan belum diketahui total sesungguhnya kerugian yang dialami negara. (*)
*) Mahasiswa Magang UIN Sunan Ampel Surabaya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: