Laporan Haji dari Makkah (13): Wakaf Habib Bugak Mengalir selama 2 Abad

BACA JUGA:Laporan Haji dari Makkah (7): Jaga Kualitas Makanan Jamaah, Bisa Cicipi Ratusan Kali Tiap Hari

Setelah tiba di Makkah, Habib Bugak merealisasikan niatnya: ia membeli tanah strategis di dekat Masjidilharam dan mewakafkannya untuk warga Aceh. 

Namun, ketika sistem pemerintahan berubah dan aturan wakaf diperjelas, Habib Bugak sempat menolak menjadi penanggungjawab karena khawatir dana wakaf disalahgunakan.

BACA JUGA:Laporan Haji dari Makkah (6): Menengok Ruang Pemantauan Transportasi di Tanah Suci

Akhirnya, ia setuju dengan satu syarat: wakaf hanya untuk jamaah Aceh. Baik yang datang dari Indonesia maupun yang menetap di Saudi. Ketetapan itu pun dicatat resmi dalam dokumen mahkamah syariah.

Kini, hotel yang berdiri di atas tanah wakaf itu dikelola dengan sistem bagi hasil. Saat Masjidilharam diperluas dan tanah wakaf terkena proyek, ganti rugi digunakan untuk membeli tanah baru sekitar 500 meter dari masjid. 

BACA JUGA:Laporan Haji dari Makkah (5): Salat Jumat Perdana di Masjidilharam, Imam Ingatkan Kewajiban Punya Nusuk

Dari hotel baru itulah dana wakaf terus mengalir. Mampu membiayai kebutuhan ibadah ribuan jamaah Aceh setiap musim haji.

Habib Bugak memang sudah lama tiada. Namun, namanya abadi di hati para jamaah. Tentu, orang-orang Aceh juga mengenalnya sebagai sosok yang luar biasa dalam memberikan wakaf ke seluruh warga Aceh. Bahkan berlangsung selama puluhan tahun. 

BACA JUGA:Laporan Haji dari Makkah (4): Mengintip Kesiapan Armuzna untuk Puncak Haji

“Sejak kecil saya sudah tahu (Habib Bugak, Red). Sangat melegenda,” kata Mahrizal Idris, salah satu jamaah penerima wakaf. Dari sebuah niat tulus di masa lalu, wakaf itu kini menjelma menjadi jembatan spiritual antara masa kini dan sejarah. 

Ribuan orang terus merasakan manfaatnya. Setiap lembar riyal yang diterima adalah pengingat bahwa kebaikan selalu berumur lebih panjang dari pelakunya. Tak pernah lekang oleh waktu. (*)

Sumber: