Buruh Bunuh Bos Kebun Sawit karena Dimarahi

DUA pekerja membunuh bos kebun sawit di Indragiri Hulu, Riau, karena sering dimarahi.-istimewa-
Pollack: ”Dari semua jenis konflik yang dialami pemilik bisnis dengan karyawannya, ada satu yang saya temukan terus berulang dalam bisnis demi bisnis.”
Dilanjut: ”Saya menyebutnya konflik fundamental pemilik-karyawan. Konflik itu melibatkan satu alur cerita yang diyakini pemilik dan karyawan. Ceritanya seperti ini:
Dalam perspektif juragan dalam memandang karyawan selalu muncul pikiran begini: Anda (karyawan) seharusnya lebih menghargai saya (bos). Sebab, tanpa saya, kamu (karyawan) bukan siapa-siapa.”
Akibatnya, bos merasa bahwa ia tidak perlu menghormati karyawan karena ia merasa seharusnya justru sebaliknya.
Ketika berpegang pada cerita itu, para bos akan terus-menerus merasa bahwa mereka tidak dihargai atau diapresiasi. Mereka merasa tidak dihormati dan tidak dihargai. Padahal, bos merasa bahwa ia telah menolong hidup karyawan.
Pollack: ”Dalam pekerjaan, saya membantu pemilik usaha dan karyawan membangun kembali kepercayaan satu sama lain. Saya telah melihat hal ini berulang kali. Saya juga mengalaminya secara pribadi di perusahaan milik saya sendiri. Saya pun percaya, ada satu kunci mutlak untuk mengurangi masalah ini.”
Bentuk cerita dari perspektif bos selalu sama. Dijelaskan Pollack, begini:
”Tidak seorang pun pernah mengatakan bahwa saya (bos) melakukan pekerjaan dengan baik. Atau, mereka (pegawai) seharusnya merasa beruntung bisa bekerja di sini. Namun, apakah pegawai pernah mengatakan betapa bersyukurnya mereka? Tidak pernah.”
Dilanjut: ”Saya sendiri (sebagai pemilik usaha) pernah memiliki pikiran seperti itu. Cerita seperti itu. Namun, setelah bertahun-tahun menjadi pengusaha, saya sampai pada satu kesimpulan: biasakanlah diri Anda. Anda adalah bosnya, dan itulah harga yang harus Anda bayar untuk menjadi pemilik bisnis.”
Maka, solusinya: ”Pemilik usaha harus menghentikan cerita tersebut. Titik.”
Mengapa para bos dilarang Pollack berpikiran begitu? Jawabnya: ”Anda telah membuat sebuah pengorbanan, sebuah pertukaran nilai yang sangat penting, yang meniadakan harapan akan penghargaan timbal balik dari pegawai.”
Bos telah menukar rasa terima kasih dengan kekuasaan. Bos mendapatkan semua kekuasaan. Bos menentukan, siapa yang boleh bekerja untuk bos, berapa penghasilan pegawai, kapan pegawai bekerja, dan apa saja yang seharusnya dilakukan pegawai.
Dengan memilih bekerja untuk Anda, pegawai secara tidak disadari telah memberi Anda kekuasaan itu. Setiap saat Anda dan pegawai secara intuitif memahami, Anda dapat memotong sumber pendapatan utama mereka. Sumber daya mereka, jika Anda menginginkannya. Itu adalah kekuasaan yang besar dan tidak boleh dianggap remeh.
Sebagai imbalan atas pemberian kekuasaan itu kepada Anda, karyawan Anda layak mendapatkan penghargaan Anda, bukan sebaliknya. Anda tidak mendapatkan kekuasaan dan penghargaan sekaligus. Hanya bisa salah satunya.
Dinamika kekuasaan itu secara dramatis mengubah keseimbangan penghargaan timbal balik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: