Sumbangan Banpol Harus Diganti Dana Operasional Partai (DOP)

ILUSTRASI Sumbangan Banpol Harus Diganti Dana Operasional Partai (DOP).-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
IDE anggota KPK agar pemerintah menambah dana bantuan politik (banpol) ke partai politik agar tidak terjadi korupsi besar-besaran di negeri ini sempat menuai kontroversi.
Yang kontra tentu saja beranggapan berapa pun nominal yang diberikan oleh pemerintah, korupsi oleh pengurus atau kader parpol jalan terus. Yang pro, sebaliknya, bisa saja itu jadi formula baru untuk mengatasi korupsi yang sudah membudaya di negeri ini.
Persoalan itu bermuara dari istilah yang diberikan berupa ”sumbangan banpol”. Yang namanya sumbangan, konsekuensinya tidak membutuhkan pertanggungjawaban. Identik dengan bansos, itu secara cuma-cuma diberikan oleh pemerintah pusat atau daerah di Indonesia.
BACA JUGA:Dugaan Korupsi Dana Banpol, Kuasa Hukum PSI Datangi Kejari Tanjung Perak
Menurut penulis, hal tersebut tidak tepat lagi. Penggunaan istilah sumbangan banpol harus diganti DOP (dana operasional partai).
Fakta itu mengingatkan kita pada kebijakan kenaikan gaji hakim pengadilan. Berapa pun jumlah kenaikannya, jika mental dan integritas tidak dibenahi, praktik korupsi tetap akan terjadi. Lihat saja kasus suap dalam perkara pembunuhan yang melibatkan Ronald Tannur. Istri terdakwa menyuap hakim dengan nilai Rp 4,67 miliar.
Kasus semacam itu menunjukkan bahwa korupsi tidak cukup diberantas hanya dengan menaikkan gaji. Perlu ada komitmen kuat dan menyeluruh dari setiap individu dan institusi. Oleh karena itu, inisiatif Presiden Prabowo dalam memberantas korupsi harus dilaksanakan secara menyeluruh, dari tingkat pusat hingga akar rumput, dengan semangat kolaboratif dan konsisten.
FORMAT PEMBERDAYAAN PARPOL HARUS DIUBAH
Negara hadir untuk melakukan pemberdayaan atas keberadaan partai. Negara memberikan banpol tiap tahun anggaran kepada parpol. Artinya, negara menaruh harapan besar atas kualitas SDM. Negara berharap agar diadakannya program kaderisasi dan pemberdayaan anggota partai.
Namun, yang namanya sumbangan banpol, dana itu memiliki konsekuensi. Pertama, tidak perlu dipertanggungjawabkan. Kedua, sumbangan itu bisa digunakan terserah oleh parpol yang bersangkutan.
Ketiga, negara hanya merasa memenuhi kewajiban atas kehidupan parpol. Keempat, tidak ada partai di Indonesia yang melakukan kaderisasi secara ajek.
Penulis pernah mengusulkan penggantian nama LKMK kepada ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat tentang pemerintahan. Penulis merasa penyebutan LKMK tidak tepat. Ini bukan saatnya masa peperangan atau negara dalam keadaan genting sehingga tepat jika diperlukan adanya Lembaga Ketahanan Masyarakat Kelurahan.
Penulis mengusulkan menjadi Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (LPMK). Istilah itu akhirnya diganti menjadi LPMK. Dengan demikian, sangatlah tepat jika istilah sumbangan parpol menjadi dana operasional partai.
Jika namanya menjadi DOP, dana harus dipertanggungjawabkan setiap tahun anggaran. Dalam laporan itu, harus diperinci peruntukannya. Terutama harus jelas tiap tahun harus diprogramkan pemberdayaan kader parpol.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: