Cuma Ngetik? Ini Rahasia di Balik Profesi Prompt Engineer

Cuma Ngetik? Ini Rahasia di Balik Profesi Prompt Engineer

ILUSTRASI Cuma Ngetik? Ini Rahasia di Balik Profesi Prompt Engineer.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

BANYAK orang masih menganggap bekerja dengan kecerdasan buatan seperti ChatGPT hanyalah soal ”ngetik doang”. Padahal, di balik satu baris kalimat yang diketik ke layar, ada keterampilan khusus yang bekerja: kemampuan merancang prompt –atau pertanyaan dan instruksi– yang tepat, efisien, dan bernilai tinggi. 

Itulah inti dari profesi baru bernama prompt engineer, yang kini mulai muncul sebagai profesi penting di era revolusi AI.

Sebagaimana kata Peter Drucker, bapak manajemen modern: ”The most important thing in communication is hearing what isn’t said.” Dalam konteks ini, prompt engineer bukan sekadar pengetik, melainkan jembatan antara manusia dan mesin. 

Ia tahu apa yang tidak dikatakan, tapi perlu ditanyakan. Ia menata bahasa sebagai alat, bukan sekadar bentuk ekspresi, tapi juga sebagai sistem berpikir strategis.

Bayangkan, seseorang membuka ChatGPT dan menuliskan: ”Tolong bantu buat rencana bisnis.” Dalam beberapa detik, AI memang akan menjawab. 

Namun, bandingkan itu dengan prompt dari seorang prompt engineer berpengalaman yang menulis: ”Tolong buat rencana bisnis 1 tahun untuk UMKM kuliner dengan modal awal Rp 10 juta, berlokasi di kota kecil, berbasis digital marketing, dan sertakan strategi mitigasi risiko.” 

Hasilnya? Jauh berbeda. Satu terasa dangkal, yang lain seperti dikerjakan konsultan profesional.

Di sanalah terlihat peran kunci seorang prompt engineer: mengajukan pertanyaan yang benar-benar bermakna. Kemampuan itu tidak datang tiba-tiba. Ia lahir dari pemahaman mendalam tentang konteks, bahasa, logika, dan emosi manusia. 

Dalam psikologi pendidikan, itu disebut sebagai metakognisi –kemampuan untuk memahami dan mengelola proses berpikir sendiri (Flavell, 1979). Seorang prompt engineer secara sadar berpikir tentang bagaimana cara bertanya, bukan hanya apa yang ditanyakan.

Anda mungkin pernah mendengar kisah klasik tentang seorang ahli mesin kapal tua. Ketika sebuah kapal besar rusak dan tak bisa dijalankan, sang ahli datang, melihat sebentar, lalu memukul satu titik pada mesin dengan palu kecil. Mesin pun menyala. 

Ketika ditanya mengapa ia menagih mahal untuk satu pukulan kecil, ia menjawab: ”Karena saya tahu di mana harus memukul.”

Itulah analogi yang tepat untuk menggambarkan profesi prompt engineer. Ia tidak dibayar karena ”ngetik”, tapi karena tahu bagaimana dan di mana meletakkan kata untuk mengaktifkan kekuatan AI.

 Kemampuan itu dibangun melalui latihan panjang, pengalaman lintas bidang, dan refleksi kritis yang tidak bisa digantikan template instan.

Sebagaimana dalam manajemen, kita mengenal konsep leverage point –titik kecil yang ketika disentuh dengan benar dapat menghasilkan perubahan besar. Prompt adalah leverage point dalam komunikasi dengan mesin. Kemampuan mengenali titik itu adalah seni sekaligus sains.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: