Bila Anak Lihat Tragedi

Bila Anak Lihat Tragedi

ILUSTRASI Bila anak lihat tragedi pembunuhan orang tuanya.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

Koping adalah proses individu dalam mengatasi, menanggulangi, atau mengelola situasi stres atau tekanan. Baik tekanan berasal dari dalam diri maupun dari lingkungan eksternal. Upaya koping melibatkan berbagai mekanisme, baik kognitif (pikiran) maupun perilaku, yang bertujuan mengurangi dampak negatif stres demi mencapai keseimbangan jiwa. 

Semua manusia diberi Allah kemampuan koping. Itu sangat penting dan berharga. Karena itu, tidak semua orang yang suatu saat emosional akibat sesuatu, lalu memukul atau membunuh orang lain. Koping menyeimbangkan jiwa. Menahan emosi.

Nah, anak yang melihat pembunuhan kehilangan koping. Mereka kehilangan itu karena tertutupi alam bawah sadar yang merujuk pembunuhan yang mereka lihat, dulu. 

Akibatnya, dalam benak mereka tertanam, penyelesaian stres akibat tekanan pada jiwa mereka, yang disebabkan oleh konflik dengan orang lain, adalah bertindak kekerasan. Mereka sudah punya contoh pada kejadian yang mereka lihat, dulu.

Bagi mereka, tindak kekerasan adalah ”normal” dalam relasi intim, saat mereka menikah kelak.

Kesimpulan isi buku, anak yang melihat pembunuhan menyebabkan dampak negatif jangka panjang pada perkembangan mental, fisik, dan sosial. Trauma itu dapat memicu pola kekerasan berulang saat mereka dewasa.

Tanpa intervensi, anak-anak berisiko tinggi mengalami PTSD permanen, gangguan emosional, dan menyusun pandangan kehidupan yang menganggap bahwa kekerasan adalah normal.

Demi mencegah dampak negatif, kata buku itu, diperlukan intervensi pakar. Menyangkut pelatihan keterampilan emosional dan parenting positif. Itu dilakukan psikolog, pekerja sosial, serta sistem sekolah. Konsisten. Sejak anak-anak melihat pembunuhan sampai mereka usia dewasa.

Sulitnya di Indonesia, penanganan tidak mungkin konsisten, dari pasca pembunuhan sampai anak-anak itu dewasa. Sebab, dibutuhkan biaya mahal. Lembaga yang menangani itu, misalnya, Komnas Perlindungan Anak atau lembaga lain, cuma saat diberitakan media massa. 

Lembaga itu menangani korban cuma beberapa hari atau beberapa pekan, beberapa bulan, maksimal beberapa tahun. Tidak mungkin puluhan tahun sampai anak usia 24 tahun. Apalagi, sistem sekolah, tidak ada yang khusus menangani psikologis korban. (*)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: