(SUDAH) Cerita Diaspora oleh Mushonnifun Faiz Sugihartanto (10): PhD Antirasan-rasan

Dalam Seminar Progress Mushonnifun Faiz Sugihartanto tengah mempresentasikan progres penelitian dan kuliahnya, pada Januari 2025 yang lalu.--Mushonnifun Faiz S
Misal, dalam konteks penulisan paper, supervisor saya menyampaikan, di sini, jika saya mencantumkan nama supervisor dalam paper, maka supervisor harus ikut menulis dan ikut berkontribusi dalam artikel tersebut. Kontribusi yang signifikan dan benar-benar ikut menulis. Jadi tidak ada istilah ”nitip nama”, atau ”kan ini supervisor, jadi namanya harus ada”.
Sebab definisi supervisi atau membimbing beda dengan menulis dan sekadar men-supervisi itu tidak cukup untuk memenuhi ”syarat kontribusi” yang membuat nama harus dicantumkan di paper.
BACA JUGA:Cerita Diaspora oleh Mushonnifun Faiz Sugihartanto (8): Adaptasi ala Negara Nordik
Saya tanya lagi bagaimana seandainya ketiga paper saya nanti tidak ada namanya? Dia menjawab:”Ya nggak masalah kalau memang saya tidak berkontribusi ikut menulis”. Itu jadi sesuatu yang menakjubkan buat saya.
Demikian pula saat saya menjadi first author, supervisor saya menekankan begini: “Ini papermu, jadi keputusan bukan di saya, tapi di kamu. Tapi saya sudah pasti akan memberikan kritik dan saran ke papermu. Karena ini papermu, jadi kamu yang ngasih tugas ke saya, bagian mana yang aku tulis atau analisis atau aku bisa bantu apa di papermu”.
Setelah beberapa bulan saya jujur kepada dia sempat sungkan jika minta tolong, tapi dia sekali lagi menekankan bahwa hubungan kerja di sini kolegial.
Selain kuliah dan riset, dalam kontrak, saya memiliki kewajiban mengajar sebanyak 5 persen jam kerja. Bisa dalam bentuk mengajar di kelas, menjadi teaching assistant dari faculty member. Biasanya membantu grading. Hal ini merupakan pengalaman yang sangat berharga bagi saya karena mendapat kesempatan mengajar level master untuk kali pertama.
Oh ya, untuk kerja sehari-hari tidak ada kewajiban masuk kampus, walau direkomendasikan 2-3 hari dalam seminggu sebisa mungkin di kampus. Bekerja bisa dari mana pun alias work from anywhere.
Mushonnifun Faiz Sugihartanto (kiri) dalam acara Dinner bersama kolega subject Supply Chain Management and Social Responsibility di salah satu restoran di Helsinki.--Mushonnifun Faiz S
BACA JUGA:Cerita Diaspora oleh Mushonnifun Faiz Sugihartanto (9): Enaknya Kuliah PhD di Hanken
Dalam kontrak saya, hanya tertulis total jam kerja saya dalam setahun adalah 1612 jam. Terserah bagaimana mendistribusikannya. Tidak pernah ada presensi, clock-in, clock out. Ah, level of trust mereka sudah sebegitu tingginya kepada pekerja di kampus.
Pada semester pertama saya semula menjadi ”paling rajin” datang ke kampus karena saya mulanya merasa kerja di kampus lebih efektif. Tapi saat di kampus, ternyata tidak ada orang. Ya, semuanya bekerja online dari tempat masing-masing.
Nah, sejak anak masuk daycare, saya ikut-ikutan kerja beberapa hari dalam seminggu dari rumah. Bahkan pernah tidak ke kampus sama sekali. Apakah supervisor saya nyariin? Oh, tentu saja tidak. Selama komunikasi via email dan tim tetap jalan. Dijamin tidak ada ”rasan-rasan” seperti di Indonesia, ”kok nggak pernah kelihatan di kampus?”. (*)
(*/Heti Palestina Yunani)
Indeks: Tantangan PhD sesungguhnya, dari funding hingga isu mental health. Baca besok…
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: