Serakahnomics

ILUSTRASI Serakahnomics.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
Itulah serakahnomics yang riil terjadi di depan mata kita. Dalam kategori itu, keluarga Prabowo –melalui Hashim Djojohadikusumo– masuk kategori serakahnomics. Sebab, ia mempunyai konsesi tanah 173 ribu hektare.
Di Indonesia pernah muncul beberapa mazhab ekonomi. Salah satu yang fenomenal adalah mazhab ”widjojonomics” yang diperkenalkan Widjojo Nitisastro pada masa awal Orde Baru.
Waktu itu Pak Harto mengadakan seminar di Sesko ABRI untuk meminta pendapat para pakar mengenai sistem ekonomi yang tepat untuk Indonesia pasca-rezim Orde Lama.
Dua pakar ekonomi tampil dalam seminar tersebut. Sarbini Sumawinata dan Widjojo Nitisastro. Keduanya punya mazhab yang berseberangan. Sarbini lebih nasionalistik dan sosilasistik, Widjojo lebih liberal dan kapitalistik.
Rupanya gagsan yang diajukan Widjojo lebih menarik bagi Pak Harto. Widjojo mengajukan gagasan agar Indonesia membuka lebar-lebar pintunya bagi investasi Barat dan menerapkan sistem pasar terbuka yang bebas persaingan.
Widjojo kemudian diangkat sebagai menteri koordinator ekonomi yang mendesain pembangunan ekonomi dengan sistem kapitalistik liberal. Widjojo memboyong murid-muridnya yang lulus dari Berkeley University of California, Amerika Serikat.
Mereka itulah yang terkenal dengan sebutan ”Mafia Berkeley”. Model pembangunan ekonomi ala Widjojo itu kemudian populer dengan sebutan ”widjojonomics”.
Di era Orde Lama mazhab ekonomi nasionalis-sosialistik, antara lain, digawangi oleh ayah Prabowo, Soemitro Djojohadikoesoemo. Sebagai politikus PSI (Partai Sosialis Indonesia), Soemitro teguh dengan mazhab ekonomi sosialistik. Ia memperkenalkan Program Benteng untuk membesarkan pengusaha pribumi.
Ketika B.J. Habibie menjadi wakil presiden, muncul terminologi ”habibienomics” untuk menggambarkan pembangunan ekonomi berbasis teknologi.
Habibie menginginkan Indonesia melakukan lompatan kuantum untuk menjadi produsen teknologi, terutama pesawat terbang. Gagasan Habibie itu tidak berumur panjang karena ia di-impeach dalam sidang peripurna DPR pada 1999.
Kebijakan ekonomi liberalistik masih tetap berjalan sampai sekarang. Mafia Berkeley masih tetap bercokol di Indonesia. Sri Mulyani Indrawati, menteri keuangan, berperan sebagai kepala suku.
Dialah pentolan ekonom neolib yang menjadi anak emas IMF, Bank Dunia, dan WTO. Tiga lembaga ekonomi itu oleh Joseph Stiglitz (dalam Making Globalization Work) dijuluki sebagai The Unholly Trinity, ’trinitas yang tidak suci’.
Almarhum Mohammad Hatta merumuskan ekonomi Pancasila dengan menjadikan koperasi sebagai soko guru. Sepeninggal Bung Hatta, ekonomi Pancasila tidak pernah benar-benar diterapkan.
Koperasi tidak pernah menjadi soko guru ekonomi. Lebih banyak koperasi yang hidup enggan mati tak mau. Koperasi pun dipelesetkan menjadi ”kuperasi”.
Sekarang koperasi dihidupkan lagi oleh Prabowo dengan mendirikan 80.000 Koperasi Merah Putih di seluruh Indonesia. Pembentukan koperasi yang top-down, ’dari atas ke bawah’, seperti itu secara mendasar sudah tidak sesuai dengan semangat koperasi. Seharusnya didasarkan pada semangat gotong royong dan didasarkan pada inisiatif dan kebutuhan lokal.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: