Pajak Turun Rp 600 M, Pemkot Surabaya Gunakan Rp 1,75 T untuk Belanja Fleksibel

Pajak Turun Rp 600 M, Pemkot Surabaya Gunakan Rp 1,75 T untuk Belanja Fleksibel

Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi--

SURABAYA, HARIAN DISWAY - Pemerintah Kota (Pemkot) SURABAYA mengajukan Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (P-APBD) Tahun 2025 sebesar Rp 12,354 triliun. 

Dokumen nota keuangan P-APBD itu disampaikan dalam sidang paripurna di Gedung DPRD Surabaya, Rabu, 13 Agustus 2025.

Namun, dari total anggaran tersebut, hanya sekitar Rp 1,75 triliun yang bisa digunakan secara fleksibel untuk belanja pembangunan. Sisanya, terserap untuk belanja wajib dan fungsi layanan dasar.

Penurunan pendapatan dari opsen pajak menjadi salah satu faktor utama yang membatasi ruang fiskal Pemkot Surabaya

Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi menyebut, belanja opsen pajak tahun ini turun drastis hingga Rp600 miliar. Salah satunya dari bagi hasil Pajak Kendaraan Bermotor (PKB).

BACA JUGA:Pinjaman Daerah Rp 450 Miliar Untuk 5 Proyek Prioritas Surabaya

BACA JUGA:Siloam Hospitals Surabaya Luncurkan CUVIS, Bedah Lutut Robotik Pertama di Indonesia

“Belanja opsen kita turunnya sekitar Rp 600 miliar,” ujar Eri, Kamis, 14 Agustus 2025. Akibat penurunan opsen tersebut, APBD Surabaya tahun ini hanya menyisakan Rp 11 triliun lebih untuk belanja. Itu pun digunakan untuk belanja wajib dan fungsi layanan dasar.

Dari jumlah itu, belanja yang bisa digerakkan secara fleksibel hanya sekitar Rp 1,75 triliun. Selain karena penurunan opsen pajak, beban belanja pegawai juga meningkat signifikan. Terutama akibat penambahan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

Anda sudah tahu, paada Senin, 8 April 2025 lalu, Pemkot Surabaya mengangkat 1.838 PPPK. Pengangkatan itu menjadi yang tercepat di Indonesia. “Yang awalnya (belanja pegawai, Red) kita Rp 3 triliun, tambahannya buat PPPK saja Rp 3,4 triliun,” katanya.

Dalam P-APBD 2025, alokasi belanja fungsi infrastruktur tetap dipertahankan di angka 47,74 persen. Sementara fungsi kesehatan mendapat porsi 20,35 persen dan pendidikan 20,91 persen.

“Kalau kesehatan tidak ada mandatory spending, tapi kita beri asuransi seperti BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan. Jadi yang bersifat sosial itu tidak bisa kita hentikan,” jelasnya.

BACA JUGA:Dishub Surabaya Tambah 8 Unit Armada Baru Feeder Wira Wiri Layani Rute Karangpilang-Terminal Joyoboyo

BACA JUGA:Ah, Surabaya Tak Seindah Masa Kecilku Dulu: Menyoal Lenyapnya Jembatan Tunjungan Center

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: