Generasi Emas Indonesia Digerus Joget TikTok: Kado Kemerdekaan

Generasi Emas Indonesia Digerus Joget TikTok: Kado Kemerdekaan

ILUSTRASI Generasi Emas Indonesia Digerus Joget TikTok: Kado Kemerdekaan.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

Video TikTok yang berdurasi 15 detik hingga 3 menit merampas perhatian dan rentang konsentrasi anak sehingga terus menonton serta membuat konten. 

Godaan mendapatkan followers dan likes di TikTok menjadi pemicu untuk memberikan perhatian lebih terhadap konten joget ketimbang prestasi di sekolah atau hubungan sosialnya kepada masyarakat.

Joget viral TikTok berisiko menyebabkan stres, depresi, dan kecemasan, terutama jika tidak dapat memenuhi standar yang ditetapkan media sosial. Kehidupan anak dan remaja diatur oleh algoritma tontonan dan tayangan di TikTok. 

Sekilas tampak asyik dan menghibur, tapi kalau kita perhatikan secara saksama, mereka justru tampak seperti robot yang dikendalikan algoritma TikTok. Mereka keasyikan berjoget dan fokus pada layar ponsel mereka. 

Bisa kita lihat saat pagi-pagi sebagian dari mereka bergegas joget-joget yang diiringi lagu viral di TikTok. Kondisi FOMO (fear of missing out), yaitu ketakutan tertinggal tren, menimbulkan kondisi kecemasan yang luar biasa. Komen negatif dari penonton memicu depresi. Penelitian tentang hal itu sudah banyak terbukti.

Fenomena joget viral TikTok bagaikan candu, sekali mencoba, sukar untuk berhenti. Kecanggihan TikTok makin digemari anak dan remaja dengan adanya fitur-fitur menarik. 

Fitur/filter yang bisa mengubah wajah dan tubuh menjadi makin menawan tampak di layar ponsel sangat digemari. Anak dan remaja terkondisi berada pada situasi yang nonrealistis melihat diri dan sekitarnya. 

Tanpa adanya penyadaran dan perubahan menjadi lebih baik, karakter tersebut akan terus terbawa hingga tahun 2045 kelak. Indonesia emas tinggal mimpi menghadapi realitas Indonesia cemas dengan generasi yang kurang berkualitas. Tentu saja hal itu tidak kita inginkan. 

Masih ada waktu untuk berbenah memperbaiki kondisi. Ada banyak peran yang dapat dilakukan oleh sekolah, orang tua, masyarakat, serta pemerintah.

Pendidikan adalah kunci untuk menciptakan generasi emas yang cerdas dan berprestasi. Sekolah harus mengajarkan literasi digital untuk memilih dan memilah penggunaan TikTok yang memberikan manfaat. 

Peran orang tua perlu mengawasi dan membimbing anak dan remaja dalam menggunakan media sosial, bukan malah ikut terlibat untuk hal-hal yang nirmanfaat. Perlu ada keseimbangan antara penggunaan media sosial dan pengembangan diri. 

Kontrol sosial harus tetap dijaga kewarasannya untuk tidak menormalisasi atau mengglorifikasi hal-hal buruk dari Joget TikTok. Pemerintah juga wajib terlibat dalam proses regulasi serta pendidikan masyarakat agar  Indonesia Emas 2045 benar-benar tercapai. (*)

*) Nur Ainy Fardana adalah dosen Fakultas Psikologi, Unair.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: